5.08.2009

Ahmad Ibnu Majid : Pelaut Muslim abad 15

Mencoba untuk menggali kembali informasi tentang jejak-jejak kejayaan dunia Islam di masa yang lampau dan akhirnya dipertemukanlah saya dengan seorang tokoh bernama Ahmad Ibnu Majid, seorang Navigator Muslim pada abad ke-15.
Ahmad Ibnu Majid terlahir pada 1421 M di Julphar atau yang sekarang lebih dikenal dengan Ras Al Khaimah. Tepatnya berada di salah satu dari tujuh kota Uni Emirat Arab. Keluarga Ahmad Ibnu Majid berasal dari Najd di Semenanjung Arabi. Beliau terlahir dalam sebuah kelurga pelaut, Hal ini karena kakek dan ayahnya juga merupakan seorang pelaut. Ayahnya bahkan pernah menulis buku tentang navigasi di lautan sekitar Hijaz. Ahmad Ibnu Majid juga dikenal sebagai ahli pembuat peta atau kartografer. Dunia maritim Islam dan Barat pada saat itu menjuluki Ahmad Ibnu Majid sebagai Singa Lautan. Beliau sangat disegani para pelaut di zamannya karena keberaniannya menantang ganasnya gelombang lautan serta kemampuan dan keandalannya dalam seni navigasi. Hal tersebut yang menjadikan beliau sebagai sosok yang legendaris dan oleh sejarah kisah-kisah beliau dicatat dengan tinta emas.

sejarah mencatat Ahmad Ibnu Majid sebagai seorang pelaut, navigator dan pembuat peta yang sangat masyhur. Tak cuma itu, ia pun berhasil menuliskan sebuah buku yang sangat diakui dan dikagumi. Pada saat hidup nya, Ibnu Majid pun telah mampu membuat kompas.

Dunia maritim bukanlah hal yang aneh bagi Ibnu Majid. Sejak kecil lautan telah men jadi bagian hidupnya, karena ia memang tumbuh dari keluarga pelaut. Tak aneh bila pada usia 17 tahun, Ibnu Majid sudah sangat jago mengemudikan kapal laut.
Lantaran terbiasa mengikuti pelayaran di Laut Merah bersama ayahnya, sang navigator bersama teman-temannya juga memiliki ide melakukan pelayaran di sejumlah daerah. Ber bekal keberanian dan tekad baja, ia bersama sekelompok pelaut melakukan penjelajahan yang lebih luas.

Ibnu Majid pun mengarungi Samudera Hindia. Penjelajahannya yang begitu lama di Samudera Hindia membuat Ibnu Majid sangat memahami seluk beluk daerah itu. Malah, ia menulis sejumlah pandangannya yang sangat penting bagi dunia kelautan pada masa itu. Berkat keberaniannya menyusuri daerah baru yang jarang dikunjungi, Ibnu Majid pun kian dikenal. Setiap penjelajahannya didukung alat canggih seperti kompas yang dibuatnya sendiri, tentu saja kompas ini jauh lebih detail dari kompas modern. Dengan bantuan kompasnya, ia juga berhasil menjelajahi daerah pantai Benua Afrika, mulai dari Luat Merah ke arah selatan lalu ke Barat hingga Maroko dan Laut Tengah. Tak diragukan lagi, ilmu kelautan adalah sesuatau hal yang sangat dikuasai dan dipahaminya.

Seringnya ia melakukan penjelajahan di berbagai daerah, tentu saja membuatnya memiliki banyak kenalan dan teman. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Vasco Da Gama, pelaut asal Purtugis itu. Mungkin karena Vasco Da Gama sangat mengagumi kompas yang dibuatnya serta pengetahuan yang dikuasai nya, Ibnu Majid pun diajak Vasco da Gama untuk turut serta dalam ekspedisi pelayaran yang akan dipimpinnya.

Saat itulah, namanya semakin terkenal, tak hanya di dunia Muslim, tapi juga di dunia Barat. Pada saat membantu Vasco da Gama, ia mengendalikan perjalanan laut dari benua Afrika ke India. "Untuk mencapai Afrika Timur, orang Portugis mencari informasi secara terus menerus (menyeberangi) Laut Arab sampai seorang pelaut berbakat bernama Ahmad Ibnu Majid ikut terlibat dalam pekerjaan mereka," papar Qutb al-Din al-Nah ra wali (1511-1582), dalam karyanya bertajuk al-Barq al-yamani fil-fath al-Uthmani, yang dipublikasikan tahun 1892.

Ibnu Majid yang tutup usia pada tahun 1500 M telah mewariskan sederet karya yang sangat penting bagi dunia pelayaran dan kelautan. Karya terpenting dari Ibnu Majid adalah Kitab al-Fawaid fi Usul Ilm al-Bahr wal-Qawaid atau (Buku Pedoman tentang Prinsip dan Per aturan Navigasi), yang ditulisnya pada 1490 M. Buku ini tentu saja sangat bermanfaat, terutama untuk membantu orang teluk Persia menjangkau pantai India, Afrika Timur, dan tujuan lainnnya.
Kitab itu merupakan salah satu rujukan terpenting dalam bidang kelautan pada zamannya. Buku itu merupakan ensiklopedia navigasi yang menjelaskan sejarah dan prinsip dasar navigasi, letak bulan, macam-macam kompas, perbedaan cara berlayar di berbagai perairan, posisi bintang, jumlah angin musim, dan angin musim laut lainnya, topan, dan beberapa topik lainya untuk navigator profesional.
Ibnu Majid menulis buku itu berdasarkan pengalaman pribadinya dan juga pengalaman ayahnya yang juga merupakan keluarga navigator terkenal, dan merupakan pengetahuan bagi generasi pelayaran Samudera India. Selain didasarkan pada pengalamannya, semua karya Ibnu Majid juga di padukan dengan teori-teori navigasi yang diperoleh dari buku-buku yang ditulis pendahulunya.

Salah satu ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan pemikirannya adalah Yaqut Al Hamawi. Beberapa peneliti bahkan memposisikan Ahmad Ibnu Majid diatas Yaqut, karena penyebaran pandangan Ahmad Ibnu Majid begitu meluas dari dari dunia Islam hingga ke Barat, dan turut serta memajukan dasar-dasar ilmu kelautan yang mendukung munculnya pelayaran besar-besaran yang dilakukan Eropa ke seluruh penjuru dunia pada saat itu.
Sedangkan pengaruh karya Yaqut sangat kuat dalam pengkajian daerah-daerah Islam pada masa itu. Namun pada saat yang sama pandangannya relatif tidak berpengaruh secara langsung terhadap dunia Barat. Begitulah peran dan jasa Ibnu Majid dalam mengembangkan ilmu navigasi dan pelayaran.

Ibnu Majid dan Keunggulan Dunia Islam

Kita menguasai 32 arah mata angin, tirfa, zam, serta pengukuran tinggi bintang, yang tak mereka miliki (Eropa). Mereka tidak mengetahui cara kita melakukan navigasi, tapi kita bisa mengetahui apa yang mereka lakukan dalam navigasi. Kita dapat menggunakan sistem navigasi mereka dan pelayaran dengan kapal mereka, tutur Ibnu Majid dalam kitab yang ditulisnya.

Ibnu Majid juga mengungkapkan keunggulan dunia pelayaran Islam lainnya. Menurut dia, Pelaut Muslim telah mengetahui bahwa Samudera Hindia terhubung dengan semua Samudera, dan kita bisa menguasai buku-buku ilmu pengetahuan yang memberikan penjelasan cara mengukur ketinggian bintang, tapi mereka (Eropa) tidak memiliki pengetahuan ketinggian bintang.

Mereka tidak punya ilmu pengetahuan dan juga tidak punya buku-buku, hanya kompas dan perhitungan mati. Kita dapat dengan mudah berlayar di kapal mereka dan di atas laut mereka, sehingga mereka menghormati kita. Mereka mengakui kita memiliki ilmu pengetahuan yang lebih baik tentang laut dan navigasi dan hikmah bintang-bintang, tuturnya.

Karya-karya Ibnu Majid memberi pengaruh luas dalam dunia pelayaran baik di dunia Islam maupun dunia Barat. Karyanya telah memberi inspirasi dan semangat bagi para pelaut di zamannya untuk melakukan penjelajahan. Padahal, sebelumnya sangat sedikit pelaut Arab yang berani mengarungi wilayah yang lebih jauh dari kawasan Laut Merah, Pantai Timur Afrika, hingga Pantai Tenggara Afrika atau Sofala, wilayah dekat Madagaskar.

Sebelum Ibnu Majid menulis buku tentang navigasi dan pelayaran, para pelaut pernah mencoba jalur berdasarkan peta yang dibuat Claudius Ptolemaeus. Dalam peta itu dijelaskan, di selatan Sofala terdapat daratan yang membentang hingga ke Cina di sebelah timur. Hanya celah sempit yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Peta itu lalu dikoreksi Abu Raihan al-Biruni. Ilmuwan Muslim itu menjelaskan ada lautan, bukan hanya selat, yang menghubungkan dua samudera besar tersebut. Ibnu Majid pun membenarkan teori al-Biruni. Ia membenarkan terori al-Biruni berdasarkan pengalamannya menjelajahi lautan.

Menurut Ibnu Majid, di selatan Sofala terdapat selat yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Ia telah mengoreksi kesalahan peta yang dibuat Ptolemaeus. Semua itu berkat rasa keingintahuannya yang begitu besar tentang wilayah pantai Afrika secara keseluruhan. Saat itu, ia melakukan ekspedisi keliling benua Afrika mulai dari Laut Merah ke arah selatan lalu ke barat hingga Maroko dan Laut Tengah. Inilah yang mengantarkannya pada suatu kebenaran.

Ibnu Majid pun dikenal sebagai pembuat kompas dengan 32 arah mata angin. Tentu saja kompas ini jauh lebih detil dengan kompas buatan ahli masa itu, terutama orang Mesir dan Maroko. Kreasi itu akhirnya dikenal sebagai bentuk awal kompas modern.

Ketika Ibnu Majid bertemu dengan para pelaut Portugis yang terkenal dalam penjelajahannya, termasuk Vasco Da Gama, ia menunjukkan kompas buatannya itu. Kala itu, para pelaut Portugis sangat terkesima melihat kompas dengan 32 arah mata angin itu. Mereka juga mengaku belum pernah melihat kompas seperti itu sebelumnya.

(Disarikan dari berbagai sumber)