1.30.2009

Ayo Hancurkan Majapahit !

Merujuk kronik Indonesia 2009, media massa pada pekan pertama tahun ini menyuguhkan dua isu ''besar'': Perang Gaza dan hancurnya situs Trowulan. Penyerbuan Israel di Jalur Gaza, Palestina, yang barbarian mencabik nalar waras sebagai masyarakat beradab dalam masyarakat ultrateknologi. Sementara ''penghancuran'' situs Trowulan oleh pemerintah atas nama pembangunan Trowulan Information Centre adalah jalan pemusnahan sejarah diri sendiri. Terutama sejarah peradaban Majapahit yang terpaku di bawah tanah Trowulan.

Arkeolog berteriak. Koran-koran menulis seram-seram. Berhalaman-halaman lagi. Banyak yang menyatakan keprihatinannya. Pemerintah lalu minta maaf dan meninjau kembali pembangunan pusat informasi ''pelestarian'' kejayaan masa silam itu.

Apa-apaan ini semua. Mengapa baru brangasan sekarang. Begitu sibuk sepertinya kiamat sejarah sudah di muka pintu. Dan mengapa pula pemerintah mesti repot sembah sujud untuk memohon maaf atas kesalahan yang sudah sangat dan sangat biasa dilakukannya.

Penghancuran ingatan atas warisan (cerita) Majapahit itu toh sudah berlangsung dengan sangat lama, sistematis, dan halus. Dan itu dilakukan pemerintah yang dibantu sikap bisu masyarakat (terpelajar) Mojokerto sendiri.

Kalau tak percaya, datangi saja dua perpustakaannya: perpustakaan kabupaten dan kota. Dua perpustakaan itu menjadi cermin terbaik bagaimana sejarah Majapahit yang menaungi kota ini menjadi cerita yang telah kehilangan pukaunya. Dua perpustakaan itu nyaris sama buruknya dengan perpustakaan Kediri dari hasil kelana saya di perpustakaan kota-kota yang pernah punya nama besar di masa silam.

Kata para pemangku buku, perpustakaan dibuat untuk mencerdaskan masyarakat. Tapi bukan sekadar itu. Perpustakaan juga dibuat sebagai benteng pertahanan ingatan (sejarah) kolektif masyarakat dari gerusan waktu. Perpustakaan adalah jangkar kesadaran dari mana masyarakat itu berasal dan bagaimana menyiasati masa depan dengan jangkar informasi kejayaan dan dosa masa lalu. Maka itulah perpustakaan mesti selalu berada di tengah kota, di jantung kesibukan masyarakat.

Tapi di perpustakaan Mojokerto (kabupaten dan kota), kisah kejayaan Majapahit hanyalah puing-puing yang tiada berguna.

Ayo, mari masuk ke perpustakaan kabupaten yang ada di Jalan RA Basuni. Jangan lupa buka sepatu/sandal. Tak tahu bagaimana asal muasal aturan yang mirip masuk musala ini. Ruangan itu tak terlalu besar dan mirip puskesmas kecamatan. Buku-buku tak tersusun rapi. Pengategorian buku awut-awutan. Di rak yang mestinya dikuasai kesusastraan juga disusupi buku-buku pendidikan wiraswasta.

Hanya satu buku tentang sejarah Kota Mojokerto di sini dengan tampang yang memelas: Sejarah Mojokerto, Sebuah Pendekatan Administratif dan Sosial Budaya. Buku yang disusun Tim Penulisan Sejarah Kabupaten Mojokerto pada 1993 itu tampak kusam. Selain karena ''ketuaan'', juga barangkali tak ada yang menjamahnya. Bayangkan, untuk menjaga warisan sejarah besar Majapahit dengan armada maritim yang demikian tangguh di masa silam itu, perpustakaan kabupaten ini cukup mempercayakannya pada satu buku itu!

Tapi, masih lumayan. Dari satu buku sekunder itu saya mencoret-coret beberapa keterangan tentang sejarah Majapahit walau tanpa meninggalkan decak kagum sama sekali. Beberapa paragraf informasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.

Sudahlah. Lupakan. Tak usah rewel menanyakan di mana Kitab Negarakertagama yang masyhur itu. Mari masuk kota, lewat Jalan Majapahit, lurus ke Raden Wijaya, dan berhenti di Gajah Mada. Tiga nama jalan itu membuat saya sedikit masygul: O, saya benar-benar berada dalam episentrum sejarah.

Apalagi, perpustakaan kota berada di salah satu bahu (Jalan) Gajah Mada. Sosok yang sumpah kuasanya menggetarkan tanah-tanah Nusantara. Ya, Gajah Mada memang jaya, tapi perpustakaannya tidak. Bahkan curiculum vitae (cv) Gajah Mada tak tercatat dalam perpustakaan kota ini. Satu-satunya buku yang saya temui adalah: Perundangan Madjapahit karya Prof Dr Slamet Muljana (Jakarta: Bharata, 1967, 167 hlm.). Di halaman buku itu masih ada stempel Proyek Pengembangan Perpustakaan Jawa Timur T.A. 1984/1985.

Saya berpikir, barangkali saja masih ada judul lain, tapi sedang dipinjam orang. Maka, saya buka katalog buku 1997 yang tertudung dalam map kuning yang sudah lecet dan sobek-sobek. Tak ada lagi. Memang cuma itu. Aneh juga, bagaimana bisa perpustakaan kabupaten dan kota bersepakat untuk seri: 1-1. Satu buku di perpustakaan kabupaten, satu buku di perpustakaan kota.

Ketimbang pulang ke Jogja dengan penuh kesal, maka kuputuskan bertahan tiga jam dalam perpustakaan yang riuh dan sempit itu. Hanya ngelangut. Membuka buku apa saja dan sesekali menimang koran. Memperhatikan dua kipas angin yang sedang tancap gas dengan didorong mesin pendingin. Mendongak ke atas. Hanya satu neon yang menyala untuk menerangi empat meja besar.

Saya memang memegang brosur tentang sejarah berdiri dan kegiatan pengurus perpustakaan yang bersisian dengan taman kanak-kanak ini. Tapi bukan mencatat apa yang ada di brosur itu yang membuat saya mesti jauh-jauh ke kota ini dengan menumpang sepeda motor. Saya ingin melihat dan merasakan langsung bagaimana kota ini memelihara sejarah dirinya sendiri dalam sebuah gedung eksotik bernama perpustakaan.

Karena kecewa itu, saya pun urung menuliskan apa pun tentang (perpustakaan) kota ini. Hingga dua tahun kemudian ketika semua orang ramai-ramai berteriak untuk menyelamatkan (situs) Majapahit dari pembangunan bergaya barbar yang ironisnya justru atas nama pembangunan pusat informasi Majapahit, catatan suram kunjungan itu pun saya tarik dari laci dan menyalinnya kembali.

Tiba-tiba suara parau novelis Ceko Milan Kundera mendengung: ''Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.''

O, Tuan Kundera, bagaimana kalau pernyataan tuan itu saya modifikasi sedikit. Jadinya begini: Untuk menyempurnakan kepahitan nasib (sejarah) Majapahit (dan Mojokerto), selain buku-buku yang merekam sejarah kota itu disingkirkan dari perpustakaan kota, seluruh situs masa silam yang menandai sejarah kota itu juga sudah harus dirusakbinasakan atau jual secuil demi secuil di pasar gelap benda purbakala.

Dengan begitu, insya Allah, tiga generasi lagi penghuni kota ini akan diserang epidemi amnesia atas kejayaan masa lalu mereka sendiri. Berdoa saja. (*)

Dikutip dari tulisan : Muhidin M Dahlan, kerani di Indonesia Buku. dari kurakurabiru.multiply.com

[+/-] Selengkapnya...

Penjelasan atas UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

I.Dasar Pemikiran
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Sebagai landasan hukum pengelolaan keuangan negara tersebut, telah diundangkan Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 yang menjabarkan lebih lanjut aturan – aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ke dalam azas umum pengelolaan keuangan negara. Selama ini kaidah hukum administrasi keuangan negara masih didasarkan pada undang – undang warisan zaman kolonial Hindia Belanda (ICW), dimana hal tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, undang – undang tersebut perlu diganti dengan undang – undang baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern.

II.Pengertian, Ruang Lingkup, dan Azas Umum Perbendaharaan Negara
Undang – undang tentang perbendaharaan negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa “Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD“. Sesuai dengan kaidah – kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang – undang Perbendaharaan Negara ini menganut azas kesatuan, azas universalitas, azas tahunan, dan azas spesialitas. Ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh Karena itu Undang – undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hekekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Konsekuensi pembagian tugas antara menteri keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementrian negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada kementrian keuangan.
Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yang berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
III.Penerapan Kaidah Pengelolaan Keuangan yang sehat di Lingkungan Pemerintahan
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan negara dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi Perbendaharaan tersebut meliputi, terutama,perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaat dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip – prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi – fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
IV.Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan ketentuan yang mengatur mengenai hal – hal tersebut agar :
• Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi ;
• Laporan keuangan pemerintah yang disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah ;
• Laporan keuangan disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan ;
• Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada DPR/DPRD selambat – lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir ;
• Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang independen dan professional sebelum disampaikan kepada DPR ;
• Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang mengacu kepada manual statistic keuangan pemerintah (Government Finance Statistic/GFS) ;
Standar akuntansi pemerintah ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun oleh suatu komite standar akuntansi pemerintah yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga. Dalam undang – undang ini juga mengatur penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemerintah Keuangan, maka Badan Pemerintah Keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya ketepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD.
V.Penyelesaian Kerugian Negara
Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansi yang dipimpinnya telah terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.
VI.Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk badan layanan umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan badan layanan umum merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, berkenaan dengan itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja badan layanan umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kementrian Negara/lembaga/pemerintah daerah.

selengkapnya UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan bisa didownload disini

[+/-] Selengkapnya...

1.27.2009

Penjelasan atas UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

I. Dasar Pemikiran
Sebagai suatu negara yang berdaulat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang – undang Dasar 1945 Bab VIII perihal Keuangan Negara. Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang – undangan yang disusun pada pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang diberlakukan berdasarkan Aturan Peralihan Undang – undang Dasar 1945. Peraturan perundang – undangan tersebut mempunyai berbagai kelemahan yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dan tidak dapat mengakomodasi berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan Negara Republik Indonesia. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang – undang Dasar dan azas – azas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang – undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.

II. Perubahan mendasar dalam ketentuan pengelolaan keuangan Negara yang diatur dalam Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003.
Hal – hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam undang – undang ini meliputi ; (1). Pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, (2). Azas –azas umum pengelolaan keuangan negara, (3). Kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, (4). Pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, (5). Susunan APBN dan APBD, (6). Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, (7). Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan bank sentral, pemerintah daerah, dan pemerintah/lembaga asing (8). Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, (9). Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. Undang – undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintah secara internasional.
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintahan pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan dengan pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
2. Azas – azas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Azas – azas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu : (1). Azas tahunan, (2). Azas universalitas, (3). Azas kesatuan, (4). Azas spesialitas. Serta tambahan azas – azas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
• Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil
• Azas profesionalitas
• Azas proporsionalitas
• Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
• Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dengan dianutnya azas – azas umum tersebut di dalam undang – undang tentang keuangan negara, maka pelaksanaan undang – undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan adalah Chief Financial Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan lembaga adalah Chief Operational Officer (COO)
4. Penyusunan dan penetapan APBN dan APBD
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetepan APBN/APBD dalam undang – undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat.
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga – lembaga infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang – undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Undang – undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
6. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang – undang, pelaksanaanya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang – undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antar kementrian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
7. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang – undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat di download disini

[+/-] Selengkapnya...

1.13.2009

No Subject

Sweet Things are easy to buy, but sweet people are difficult to find.
Life ends when we stop dreaming, hope ends when we stop believing,
Love ends when we stop caring,
Friendship ends when we stop sharing.


[+/-] Selengkapnya...

1.12.2009

Lagi - lagi Pesta Demokrasi

Tahun 2009, Selamat Datang
Tahun yang akan menjadi sangat meriah kelak di triwulan kedua tahun tersebut. Hingar bingar politik Indonesia yang makin riuh. Lihat saja, pemilu dan kampanye seakan menjadi santapan wajib semua media informasi. Adu spanduk, selebaran, baliho, iklan, dan berbagai event yang kental nuansa kampanye. Masyarakat mungkin sudah mual dan akan segera muntah, sebagian lagi mulai apatis dan tidak peduli karena lebih pusing mengurus hidup.

Lalu apa untungnya bagi rakyat terhadap pesta demokrasi ini. Kondisi euforia terhadap proses demokrasi yang seakan tidak pernah berhenti. Coba kita tengok, mulai dari pilkada bupati/walikota, gubernur, legislatif, hingga pilpres. Banyak sekali pesta demokrasi di negeri ini, hampir tiap tahun ada pesta,...??? Bukankah bisa menjadi jenuh para konstituen ini, setidaknya kalo saya, pasti jenuh. Karena banyak pesta demokrasi tidak serta merta membawa perubahan bagi kesejahteraan rakyat, dan tatanan kehidupan kita sebagai suatu masyarakat, bangsa, dan negara semakin ABSURD. Masih ingat ketika masih duduk di bangku sekolah dulu pernah belajar bahwa sistem pemerintahan kita adalah Republik dengan kabinet presidential, namun ketika melihat pemerintahan saat ini dengan kabinet yang anggotanya berwarna-warni merepresentasikan perwakilan dari berbagai macam utusan dari parpol yang mempunyai kursi di parlemen. Jadi kayak kabinet parlementer???
Pantas saja kebijakan pemerintah tidak jarang terlihat tidak kompak,...apa yang dilaporkan oleh presiden terkadang tidak sesuai dengan keadaan yang di lapangan. Presiden bilang stok BBM aman, tapi rakyat ngantri BBM. Presiden bilang angka kemiskinan turun, tapi penerima BLT makin tahun makin nambah, Pemerintah berikrar akan mendahulukan kepentingan rakyat, tapi penyelesaian kasus LAPINDO yang oleh konferensi internasional tentang pengeboran dinyatakan sebagai kesalahan prosedur akan tetapi oleh pemerintah di klaim sebagai bencana alam dan penyelesaiannya dibebankan pada negara dengan batas waktu yang tidak jelas. APBN uang rakyat digunakan untuk menyelesaikan kesalahan dari perusahaan pribadi milik anggota kabinetnya. Pemerintahan macam apa itu, rakyat di bohongi terus menerus.
Inilah hasil politik dan demokrasi negeri ini. Dan untuk pemilu yang akan datang, menu yang disajikan tetap yang itu - itu juga. Rakyat wajib memilih yang terbaik dari yang buruk,....
Kenapa rekyat tidak juga disejahterakan, karena memang siapapun yang berkuasa belum ada yang mempunyai hati nurani untuk mewujudkan hal itu. Dan rakyat selalu dikondisikan dalam keadaan seperti ini, supaya akan lebih mudah dimobilisasi dengan berbagai imbalan (baca:uang) karena memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap pesta demokrasi di negeri ini, politik uang selalu kental tidak jarang menentukan sebuah kemenangan. Padahal akibat dari politik uang itu melahirkan sebuah lingkaran setan yang semakin menyengsarakan rakyat.
Untuk pesta demokrasi kali ini, akan sangat besar harapan kita terhadap kedewasaan para konstituen agar kekuatan ide, pemikiran, dan gagasan serta hati nurani kebangsaan dan kenegarawanan menjadi faktor yang utama dalam menentukan pilihannya. Bukan politik uang dan kebohongan yang selalu dijual oleh para Kapitalis. Keadaan lima tahun kebelakang semoga bisa menjadi bahan referensi yang sangat berguna dalam menentukan pilihan.

[+/-] Selengkapnya...