9.25.2008

Catatan Hati di Bulan Suci

Hari ini 25 Ramadhan 1429 H

Tanpa terasa cepat berlalu
Bulan yang penuh Rahmat, Hikmah, nan Suci
Ramadhan kali ini terasa begitu istimewa
Ada cobaan dan ujian yang berat,
ada barokah dan anugerah

Sungguh besar tanda-tanda kebesaran ALLOH SWT
dan aku ini masih berlinang dosa
hidupku yang masih diselimuti ambisi dan segala keinginan
Nafsu yang terus membara dalam diri

ampuni aku Ya RABB....ampuni aku YA ALLOH
sungguh tak pantas hambamu ini untuk mencicipi surgamu
sungguh takut hambamu ini akan siksa MU
karena aku yakin janji MU itu nyata
dan Engkau adalah sebaik - baik pemenuh janji

YA RABB.......
lindungi aku
berikan hidayah dan bimbingan kepadaku
bersihkan hatiku
tolong selamatkan aku YA ALLOH

[+/-] Selengkapnya...

9.16.2008

Putri Mahkota Naila


5 Ramadhan 1429 H
di malam itu sebuah tangis memekak memecah sunyi
di balik hening bulan nan suci penuh karomah
suara tangis itu menusuk lebih dalam menembus jiwaku
gemetar raga ini, degupan hati yang semakin kencang

Sesosok gadis cantik nan mungil mulai mencicipi pahitnya udara dunia
getirnya kehidupan belum juga dirasanya
kaki kaki mungil itu semoga tetap menapak di jalan yang lurus
jari jari lentik itu semoga tidak pernah menyentuh noda
hanya nyanyian indah yang selalu mengalun di telingamu

harapan besar Ayah untukmu
Putri kecilku
Naila Ghina Almira

[+/-] Selengkapnya...

Refleksi diri ( 1 )

Ketika kita coba kembali untuk merenung, sesungguhnya untuk apa kita lahir di dunia ini ? Sebuah jawaban yang sangat tepat dan itu adalah jawaban yang paling benar adalah seperti yang diungkapkan dalam dalil Qur'an. Dimana kita ini sebenarnya diciptakan dan dilahirkan atas ridho' dari ALLOH SWT hanya untuk beribadah kepada ALLOH. Sekali lagi ditekankan, hanya untuk ibadah dan bukan yang lain. Ibadah disini diartikan sangat luas sehingga ibadah bukan hanya sekedar menjalankan rukun islam melainkan jauh lebih luas yaitu membuat hubungan yang baik dengan ALLOH dan membuat hubungan yang baik dengan sesama manusia. Sulitkah kita melakukan hal ini, ternyata memang sangat susah dan tidak semudah mengungkapkan dalam kata. Manusia akan terbentur dengan keinginan-keinginan yang tidak pernah terpuaskan, dikaburkan oleh rencana-rencana berdasarkan hitungan logika dunia, dan tentu saja ada oknum-oknum yang sangat tidak menginginkan kita sebagai manusia untuk menjalankan tujuan penciptaan kita. Siapakah itu ? adalah Syaiton yang telah menjadi musuh kita bersama sejak kita diciptakan. Ingat ! Syaiton adalah musuh kita dan bukannya malah kita jadikan kawan !
Dalam perjalanan hidup ini, akan kita temui sebuah masa yang sangat indah menurut ukuran dunia dan itu yang mulai membutakan kita dari panduan jalan yang telah ditetapkan.

[+/-] Selengkapnya...

9.01.2008

Islam sebagai rahmat bagi semesta alam

Memahami Rahmat Islam
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS 21: 107). Ayat di atas sering dijadikan hujjah bahwa Islam adalah agama rahmat. Itu benar. Rahmat Islam itu luas, seluas dan seluwes ajaran Islam itu sendiri. Itu pun juga pemahaman yang benar.

Sebagian orang secara sengaja (karena ada maksud buruk) ataupun tidak sengaja (karena pemahaman Islamnya yang tidak dalam), sering memaknai ayat tersebut diatas secara menyimpang. Mereka ini mengartikan rahmat Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang sejuk, damai dan toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas. Sementara dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya memboleh-bolehkan ucapan natal dari seorang Muslim terhadap umat Nasrani atau bersifat permisive terhadap ajaran sesat yang tetap mengaku Islam.

Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah. Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah. Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat.

Mencari Rahmat Islam
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya. Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi rahmat. Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).

Bentuk-bentuk Rahmat Islam
Ketika seseorang telah mendapat petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat rahmat dengan arti yang seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak bentuk.

Pertama, manhaj (ajaran).
Di antara rahmat Allah yang luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw berupa manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia, jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki. Allah SWT berfirman, “Kami tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),” (QS. Thahaa: 2-3). Di ayat lain, Dia berfirman, “…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu…,” (QS Al-Maidah: 3).

Kedua, al-Qur'an.
Al-Qur'an telah meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen bagi kehidupan manusia yang selalu dinamis. Kitab suci terakhir ini memberikan kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan) terhadap hukum-hukum yang bersifat furu’iyah. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari tuntutan dinamika kehidupannya. Begitu juga kesempatan untuk menemukan inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman dan kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul atau pokok-pokok ajaran yang permanen. Dari sini bisa kita pahami bahwa al-Qur'an itu benar-benar sempurna dalam ajarannya. Tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan ini kecuali al-Qur'an telah memberikan petunjuk dan solusi. Allah berfirman, “Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan,” (QS al-An’aam: 38). Dalam ayat lain berbunyi, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri,” (QS an-Nahl: 89).

Ketiga, penyempurna kehidupan manusia
Di antara rahmat Islam adalah keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Rahmat Islam adalah meningkatkan dan melengkapi kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi potensi manusia. Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk kebaikan-kebaikan dunia. “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32).
Islam memberi petunjuk mana yang baik dan mana yang buruk, sedang manusia sering tidak mengetahuinya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).

Keempat, jalan untuk kebaikan.
Rahmat dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia memandang jalan Islam tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban sholat dan zakat, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa, dan sebagainya. Padahal Allah SWT telah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (QS al-Baqarah: 286). Pada dasarnya, kewajiban tersebut hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,” (QS al-Isra’: 7).


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut seleranya sendiri. Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan. Memerangi kemaksiatan itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut. Jihad melawan orang kafir yang zalim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme. Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (QS al-Baqarah: 216).

Hendaknya kita jujur dalam mengungkapkan sebuah istilah. Jangan sampai kita menggunakan ungkapan seperti sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya, kemudian dikaitkan dengan kata ‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.



Disadur dari tulisan DR. Muslih Abdul Karim,

[+/-] Selengkapnya...

Yakin akan datangnya pertolongan ALLOH

"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Sehingga, Allahlah yang harus memberi rezeki kepadanya dan kepadamu, Dialah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Al Angkabut [29]: 60).

Betulkah ekonomi yang tak menentu sekarang ini yang menyebabkan 'penyakit' panik sangat mudah menyerang bangsa kita? Barangkali tidak, jika kita menyelam ke inti persoalannya, bahwa bukan semata-mata krisis ekonomi, melainkan kita umumnya tidak memiliki keyakinan. Karena tidak optimistis, kita menjadi gamang, marah, takut, dan khawatir yang berlebihan. Selanjutnya, tidak adanya keyakinan itu kadang mendorong kita nekat bertindak yang tak terhormat.

Tanpa keyakinan, manusia tak bisa hidup. Akan terus diselimuti keragu-raguan yang mematikan. Keraguan itu menjadi sebab dari ketidaktenangan hidup dan perasaan tidak aman. Maka, kita harus yakin bahwa kita hidup di dunia ini bukan kemauan kita sendiri. Bukan karena kemauan orang tua. Juga tidak atas usulan siapa pun juga. Kita lahir dan hidup di dunia ini karena kehendak Allah.

Karena lahir dan hidup atas kehendak-Nya, maka Dialah yang akan mengurus kita. Jika Allah telah menciptakan kita, maka Dia tentu yang memelihara kita. Keyakinan ini harus ditanamkan pada diri kita, agar tidak takut menghadapi kesulitan hidup. Bukankah kehidupan itu sendiri merupakan bagian dari ciptaan Allah?

Bagaimanapun hebatnya krisis, tak perlu takut dan khawatir kekurangan rezeki Allah. Yang menjamin rezeki kita selama ini bukan manusia atau negara. Melainkan Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kepada-Nya kita meminta dan mohon bantuan serta perlindungan-Nya. Jika suatu persoalan diselesaikan dengan emosi, hasilnya pasti merugikan masyarakat dan diri sendiri. Bila kini kita diuji dengan krisis ekonomi, maka dengan modal keyakinan kita gerakkan seluruh potensi yang kita miliki untuk mengatasinya.

Memang diperlukan sedikit kesabaran, di samping kerja keras dari semua komponen di negeri ini. Jaga kesatuan dan persatuan, dengan itu kita bisa maju. Sebaliknya, jika kita terpecah dan saling menyalahkan kehancuran akan datang. ''Bersatu (jamaah) akan mendapatkan rahmat, dan berpecah belah mendapatkan bencana (azab).'' (HR Ahmad). Dan, siapa yang akan menyanggah janji Allah bahwa dia menjamin akan mengangkat setiap problem kita? ''Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.'' (QS Al Insyirah [94]: 5-6).

Ayat tersebut diulang sampai dua kali secara berturut-turut, yang maksudnya untuk menyakinkan kita bahwa bersama kesulitan itu ada solusi yang terbaik. Masihkan kita tidak yakin, masihkan kita gamang melihat hidup?


(A Zaenal Muttaqien )

[+/-] Selengkapnya...

Marhaban Ya Romadhon

Marhaban Ya Ramadhan,.....
Bulan Suci itu telah kita temui lagi
Alhamdulillah,....masih dipercaya kita untuk bertemu dengan ramadhan ini
Semoga kita dijadikan insan yang jauh lebih baik
Dimudahkan dalam menjalani kehidupan
Dan selalu dalam perlindungan ALLOH SWT


Ya ALLOH
sesungguhnya aku sangat rindu untuk bersujud di depan-MU
telah Engkau limpahkan segala rahmat dan hidayah-MU
seharusnya ini semua sudah jauh lebih dari cukup
maafkan aku
hambamu yang tak pernah puas
yang masih haus dengan segala urusan keduniaan
yang terlalu butuh aktualisasi diri di dunia

Ya ALLOH
apa yang akan aku bawa ketika aku menghadap-MU
apa yang akan ku persembahkan kepada-MU
aku malu
karena aku belum berbuat apa-apa untuk-MU
aku malu karena aku
masih jauh dari syukur

Ya ALLOH
berilah aku petunjukmu
berilah aku jalan untuk dapat mengabdi kepada-MU
ringankanlah langkahku ke jalan-MU
lapangkan hatiku untuk menerima ujian-MU

karena aku yakin Ya ALLOH
tak ada yang tak mungkin jika Engkau berkehendak
hanya kepada-MU aku berlindung
hanya kepada-MU aku berharap
bantuan dan pertolongan untuk membawa aku
menjadi manusia yang lebih baik
menjadi manusia yang selalu Engkau ridho'i

[+/-] Selengkapnya...