3.25.2009

Wayang Kulit tampil di Hannover

Pada acara pekan festival wayang Hannoversches Schatten theater festival yang diselenggarakan oleh theater Museum pada tanggal 21-25 Maret 2009 kontingen Indonesia menyajikan pertunjukan cerita Bima Suci dan Rama Shinta. Dalam festival yang juga diikuti peserta dari Hannover (selaku tuan rumah), Trendelburg, Düsseldorf, dan Bochum tersebut kontingen kita berhasil memakau sebanyak 300 penonton yang datang untuk menyaksikan. Selama 45 menit penampilannya figur wayang kulit dari cerita pewayangan yang ditampilkan mampu membuat decak kagum terutama bagi mereka yang baru pertama kali menyaksikan wayang dari dekat. Dalam acara tersebut Penonton yang datang bukan hanya dari Hannover, tetapi juga dari kota-kota lain sekitar Jerman, seperti Braunsweig, Bremen, Hamburg dan Frakfurt.

Yang lebih unik lagi, penampilan wayang Indonesia bukan hanya ditampilkan oleh masyarakat Indonesia saja namun juga dari Jerman dan Amerika, yang kesemuanya tergabung dalam Sanggar Seni Margi Budoyo. Sanggar ini merupakan binaan Konsulat Jenderal RI di Hamburg (KJRI Hamburg). Maharsi sebagai dalang dan pelatih gamelan dan tari KJRI Hamburg, diiringi sebelas pemain gamelan yang terdiri dari tiga kewarganegaraan, Indonesia, Jerman dan Amerika. Sedangkan dialog wayang menggunakan bahasa Jerman dipadu alunan sinden Elly Event dan Maria Sri Küchler yang membawakan lantunan lagu-lagu pengiring menciptakan suasana Jawa di ruangan. Dalam sambutan pembukaannya, ketua penyelenggara Frieder Paasche selain memperkenalkan tokoh pewayangan yang ditampilkan, juga menyampaikan tentang jalan cerita singkat Bima Suci dan Rama Shinta. Kelihatan sekali yang bersangkutan menguasai dengan baik tentang wayang. Usai pertunjukkan, penonton juga berkesempatan untuk mencoba secara langsung wayang dan gamelan. Maharsi menuturkan, bahwa pertunjukkan wayang merupakan tontonan yang berisi tuntunan, karena banyak mengandung filsafat hidup yang berguna bagi kehidupan.
Menyimak berita di atas, sungguh membuat bangga dan sekaligus terasa miris. Betapa tidak, wayang yang ditampilkan dan berhasil memukau warga dunia tersebut justru keberadaanya semakin terpojok di negeri sendiri. Serasa berada di tepi jaman, wayang mulai terlupakan oleh anak - anak bangsa yang diharapkan generasi penerus negeri ini. Serbuan pengaruh liberalisme yang masuk tanpa ada filter telah membuat kita kehilangan budaya bangsa. Akankah hal ini akan terus berlangsung,...jika tidak ada tindakan dari pihak - pihak yang berkuasa untuk mengatasi permasalahan ini, bisa jadi suatu saat negeri ini menjadi negeri yang tidak berbudaya.