3.11.2009

Larangan terbang McDonnell-Douglas


Kemarin (10/3/09) Pemerintah melalui Departemen Perhubungan secara resmi mengelurkan larangan terbang terhadap pesawat terbang dengan jenis MD-90. Kebijakan tersebut diambil setelah pesawat jenis ini milik maskapai penerbangan Lion Air tergelincir di bandara Soekarno-Hatta, Cengakareng pada hari senin (9/3/09). Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap semua jenis pesawat MD-90. Untuk keperluan hal tersebut semua pesawat jenis itu dilarang terbang untuk tiga hari kedepan, jadi larangan itu hanya berlaku sementara. Menurut dia, pemerintah tidak akan langsung meng-grounded pesawat MD-90. Pesawat Lion Air, JT-793 jenis MD-90, dengan rute penerbangan Gorontalo-Makassar-Jakarta tergelincir, saat mendarat di landasan pacu bagian selatan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Tidak ada korban jiwa maupun korban terluka pada insiden itu. Meski begitu, pesawat yang mengangkut 166 penumpang dan enam awak tersebut mengalami patah pada bagian landing gear depan dan sayap kiri.

MD-90 adalah pesawat menengah bermesin dua dan diluncurkan pertama kali pada 1989. Pesawat jenis ini kali pertama mengudara Februari 1993. Adalah Delta Airlines yang menjadi pembeli pertama dan resmi mengoperasikan MD-90 mulai April 1995. Menurut beberapa sumber, pesawat MD-90 dilaporkan memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah badan pesawat yang ramping dan panjang sehingga mudah terdorong oleh angin pada saat lepas landas maupun mendarat. Karena postur pesawat yang kurang ideal tersebut pesawat akan rentan mengalami patah pada badan dan sayap pesawat. MD-90 juga masih belum dilengkapi system elektronik navigation, sehingga pada saat Take Off maupun Landing harus dilakukan secara manual oleh pilot. Sebagai gambaranya dalam posisi Take Off atau Landing, Pilot harus benar-benar melihat dengan baik landasan pacu. Bayangkan jika dalam keadaan hujan lebat dan kondisi yang gelap sehingga landasan tidak terlihat dengan jelas. Pada saat kondisi cuaca yang tidak bersahabat seperti itu akan rawan terjadi kecelakaan karena faktor kesalahan manusia sangat mungkin terjadi. Untuk dapat menerbangkan pesawat ini dengan baik memang sangat diperlukan keahlian dan jam terbang yang tinggi. Di negara asalnya (USA) pesawat jenis MD-90 telah dilarang terbang sejak tahun 2008 lalu.
Di lain pihak, Ketua Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi mengakui, cuaca menjadi faktor penting dalam penerbangan. Tapi cuaca tak boleh dijadikan alasan bila terjadi kecelakaan. Menurut Tatang, tergelincirnya pesawat Lion Air adalah hal serius bagi dunia penerbangan. Namun, KNKT belum mengumumkan hasil penyelidikan atas penyebab pesawat jenis MD-90 yang keluar landasan. Sebelumnya pihak Lion Air mengatakan tergelincirnya pesawat Lion Air akibat cuaca dan angin kencang. Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Yulis Hasibuan, mengakui selama ini sistem pemeriksaan pesawat belum optimal. "Kami segera membuat program pengawasan pesawat lebih ketat," katanya.
Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengaku sudah mendapat perintah dari Departemen Perhubungan untuk mengandangkan pesawat jenis MD-90. Lima pesawat akan dikandangkan dan diganti dengan pesawat lain. Akibat larangan penerbangan 5 buah pesawat MD-90 miliknya, maskapai Lion Air berpotensi merugi sebanyak Rp 1 miliar. Direktur Umum Maskapai Lion Air Edward Sirait mengatakan, memang larangan penerbangan pemerintah terhadap 5 pesawat Lion Air berpotensi merugikan. "Namun kami tetap akan mematuhi larangan tersebut," katanya. Sebenarnya, terang Edward, pihaknya berencana menjadikan pesawat MD 90 sebagai pesawat cadangan saja dan tidak dioperasikan secara rutin. "Namun karena kami harus melayani penumpang, kami menunda hal itu," terangnya.

Inilah potret buram dunia transportasi kita. Tidak adanya transparansi dari pihak-pihak yang berkepentingan sehingga nyawa dan keselamatan masyarakat pengguna jasa transportasi di Indonesia akan tergadaikan. Hal ini menunjukkan bangunan sistem yang tidak berjalan dengan baik di pemerintahan, terutama yang mengurusi masalah jasa transportasi massal.