12.01.2008

Panduan Praktis Perpajakan bagi Bendaharawan Pemerintah

Wajib Pajak Bendaharawan

Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah, Lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia, yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, Bendaharawan Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22. Selain sebagai pemungut, bendaharawan pemerintah juga sebagai pemotong PPh pasal 21/26 dan pasal 23/26 sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

A. Kewajiban Wajib Pajak

Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.

1. Pendaftaran dan Penghapusan
Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang sumbernya dari APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili instansi tempat Bendaharawan tersebut berada.
Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah :
- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran
- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor)
- Fotocopy SK penunjukan sebagai Bendahara

Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendaharan yang bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru, tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan :
- Fotocopy identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru
- Fotocopy SK penunjukan sebagai Bendahara yang baru

Apabila Bendahara yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau proyeknya telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.

2. Pembayaran dan Pelaporan
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Bendaharawan mempunyai kewajiban untuk menghitung dan memungut pajak, yang selanjutnya menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan Tahunan ke KPP. Batas waktu pembayaran dan pelaporan adalah sebagai berikut :

No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Pelaporan
Masa
1 PPh pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
2 PPh pasal 22, PPN & PPnBM oleh Bea Cukai 1 hari setelah dipungut 7 hari setelah pembayaran
3 PPh pasal 22 Bendaharawan Pemerintah Pada hari yang sama saat penyerahan barang Tgl 14 bulan berikutnya
4 PPh pasal 22 Pertamina Sebelum Delivery Order dibayar
5 PPh pasal 22 Pemungut tertentu Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 20 bulan berikutnya
6 PPN & PPnBM Bendaharawan Tgl 17 bulan berikutnya Tgl 14 bulan berikutnya
Tahunan
1 PPh pasal 21 Tgl 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun bagian tahun pajak
2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT -
3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan pajak, apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

B. Kewajiban Bendaharawan atas PPh

Bendaharawan berkewajiban untuk :
1. Memotong PPh pasal 21 atas pembayaran gaji/honor
2. Memotong PPh pasal 22 atas pengadaan barang
3. Memotong PPh pasal 23 atas pengadaan jasa
4. Memotong PPh pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri

Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh pasal 22 atas :
5. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
6. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
7. Pembayaran / pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan (KPPN)

C. Kewajiban Bendaharawan atas PPN & PPnBM

Atas pengadaan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, Bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.

Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas :
1. Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN & PPnBM
2. Untuk pembebasan tanah
3. Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan
4. BBM dan Non-BBM oleh Pertamina
5. Rekening telepon
6. Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan
7. Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan tidak dikenakan PPN

Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas dibebaskan adalah :
1. BKP tertentu dan JKP tertentu (PP 146/2000 sebagaimana telah diubah dengan PP 38/2003)
2. BKP strategis (PP 12/2001 sebagaimana telah diubah dengan PP 46/2003)
3. Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (231/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah dengan 616/PMK.03/2004)

Petunjuk Pembayaran Gaji/Honor

Secara umum, pada saat bendaharawan melakukan pembayaran berupa gaji/honor harus dilihat terlebih dahulu sumber dana dan kemudian penerima penghasilan tersebut.
Sumber dana dapat bersumber dari :
1. APBN/APBD
2. Non APBN/APBD
Penerima Penghasilan terdiri atas :
1. Pejabat Negara/PNS/TNI/Polri
2. Non Pejabat Negara/PNS/TNI/Polri

Apabila sumber dananya berasal dari selain APBN/APBD maka perlakuannya adalah ketentuan pemungutan / pemotongan yang berlaku umum. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir uang lembur, Imbalan Prestasi Kerja dan Imbalan lain dengan nama apapun yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD, maka tata caranya adalah sebagaimana diatur dalam PP 45 tahun 1994.
Apabila penerima penghasilan tersebut Non Pejabat Negara/PNS/TNI/Polri, maka tata cara pemotongan/pemungutan adalah tata cara yang berlaku umum ( Kepdirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 jo Perdirjen Pajak Nomor 15/PJ/2006 ), sedangkan apabila dibayarkan kepada Pejabat Negara/PNS/TNI/Polri berlaku ketentuan khusus (PP 45/1994)
Atas penghasilan yang diberikan kepada Pejabat Negara/PNS/TNI/Polri yang dananya berasal dari APBN/APBD dilakukan pemotongan yang bersifat final dengan tarif 15% kecuali bagi PNS golongan II/d kebawah atau TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah, tidak dilakukan pemotongan PPh.

Petunjuk Pengadaan Barang

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan barang adalah :
1. Pemotongan PPh pasal 22 (tarif 1,5%)
2. Pemungutan PPN dan PPnBM

Petunjuk Pengadaan Jasa

Kewajiban perpajakan bagi bendaharawan atas pengadaan jasa adalah :
1. Pemotongan PPh pasal 23/26
2. Pemungutan PPN
Perlu diperhatikan bahwa, atas pengadaan jasa tidak dilakukan pemotongan PPh pasal 22 melainkan pemotongan PPh pasal 23/26 dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku tegantung jenis jasanya.

Petunjuk Pengadaan Barang dan Jasa atas Proyek yang Dananya berasal dari Hibah / Pinjaman Luar Negeri
Proyek yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri mendapat perlakuan khusus yaitu :
1. PPN & PPnBM tidak dipungut
2. PPh ditanggung pemerintah
3. Terhadap proyek yang hanya sebagian dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, maka PPN & PPnBM tidak dipungut dan PPh ditanggung pemerintah hanya atas bagian yang dibiayai hibah/pinjaman luar negeri.

Pajak Pertambahan Nilai ( PPN )

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak

Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk pengusaha kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,-

Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4A Undang-Undangn Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN.

Kewajiban Bendaharawan
Bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM atas pengadaan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta Tata Cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya.
Pemungutan PPnBM dilakukan terhadap pengadaan BKP yang tergolong mewah di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKP tersebut (rekanan yang merupakan pabrikan BKP) sehingga pada umumnya bendaharawan jarang melakukan pemungutan PPnBM.

Obyek yang dikenakan PPN & PPnBM
Pada dasarnya PPN adalah pajak yang dikenakan atas semua barang dan jasa di dalam pabean, kecuali yang dikecualikan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

A. Kelompok Barang yang dikecualikan / tidak dikenakan PPN menurut pasal 4A UU PPN adalah :
1. Barang hasil pertambangan / pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
2. Barang kebutuhan pokok berupa beras/gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam
3. Makanan dan minuman yang disajikan di Hotel, Restoran, Rumah Makan, Warung dan sejenisnya
4. Uang, emas batangan dan surat berharga

B. Kelompok Jasa yang dikecualikan / tidak dikenakan PPN menurut pasal 4A UU PPN adalah :
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik
2. Jasa di bidang pelayanan sosial
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi
5. Jasa di bidang keagamaan
6. Jasa di bidang pendidikan
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air
10. Jasa di bidang tenaga kerja
11. Jasa di bidang perhotelan
12. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.

C. Selain itu ada beberapa fasilitas berupa pembebasan PPN yaitu atas :
1. Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu sebagaimana diatur dalam PP 146/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 38/2003 diantaranya adalah : senjata dan alat angkut untuk TNI/Polri, buku pelajaran umum/agama dan kitab suci
2. BKP tertentu yang bersifat strategis sebagaimana diatur dalam PP 12/2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 46/2003 diantaranya adalah : makanan ternak dan bahan baku makanan ternak, bibit atau benih.

Beberapa barang yang atas impor/penyerahannya diberi fasilitas pembebasan PPN harus mensyaratkan adanya Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN.
Tidak dilakukan pemungutan PPN dan PPnBM oleh Bendaharawan atas :
1. Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN dan PPnBM
2. Untuk pembebasan tanah
3. Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan
4. BBM dan Non-BBM oleh Pertamina
5. Rekening telepon
6. Jasa angkutan udara yang diserahkan perusahaan penerbangan
7. Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan tidak dikenakan PPN

Catatan :
Atas pembayaran tagihan termasuk PPN dan PPnBM yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- tetap terutang PPN dan PPnBM dan faktur pajak tetap dibuat oleh rekanan. PPN dan PPnBM harus dipungut dan disetor oleh rekanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum dan dilaporkan oleh rekanan dengan menggunakan SPT Masa dan PPnBM.

I. Pemungutan dan Penyetoran PPN
Pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM oleh bendaharawan dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak rekanan. Bendaharawan wajib menyetor PPN dan PPnBM yang dipungut tersebut ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dalam hari ke-7 jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Dalam hal PPN dan PPnBM telah dipungut langsung oleh KPPN, bendaharawan tidak perlu memungut dan menyetor PPN dan PPnBM.

Adapun tata cara pemungutan dan penyetoran yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 adalah sebagai berikut :
1. PKP rekanan membuat Faktur Pajak dan SSP saat menyampaikan tagihan
2. SSP diisi dengan NPWP dan identitas PKP rekanan, tetapi penandatangan dilakukan oleh :
• Bendaharawan pemerintah dalam hal disetor oleh Bendaharawan, atau
• KPPN dalam hal dipotong langsung oleh KPPN
3. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukan :
• Lembar ke-1 untuk Bendaharawan atau KPPN
• Lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan
• Lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendaharawan atau KPPN
4. Dalam hal pemungutan PPN & PPnBM dilakukan oleh Bendaharawan, SSP dibuat rangkap 5
5. Dalam hal pemungutan PPN & PPnBM dilakukan oleh KPPN, SSP dibuat rangkap 4
6. Pada setiap lembar Faktur Pajak dibubuhi :
• Cap “ Disetor tanggal ………. “ dan ditandatangani oleh Bendaharawan, dalam hal pemungutan dan penyetoran PPN & PPnBM dilakukan oleh Bendaharawan, atau
• Dicantumkan nomor dan tanggal advis SP2D oleh KPPN dalam hal pemungutan PPN & PPnBM dilakukan langsung oleh KPPN dan SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap “ Telah dibukukan “ oleh KPPN
7. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN & PPnBM

II. Tarif PPN & PPnBM
1. Tarif PPN adalah 10%
2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 75%
3. Tarif PPN & PPnBM atas ekspor BKP adalah 0%

III. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa : jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
- Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
- Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
- Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN
- Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir
- Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan

Nilai lain yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut :
1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor
2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor
3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata
4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata perjudul film
5. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar
6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar.
7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual
8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
9. Jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
10. Jasa piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon
11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari pusat cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor
12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang

IV. Contoh Penghitungan PPN
1. Pembayaran atas Barang Kena Pajak yang dipungut PPN
a. PKP menjual tunai Barang Kena Pajak dengan harga jual Rp. 10.000.000,- PPN terutang yang dipungut oleh PKP adalah : 10% x 10.000.000,- = 1.000.000,- PPN sebesar Rp. 1.000.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh PKP
b. Atas pengadaan computer denngan nilai barang Rp. 10.000.000,- dan PPN sebesar Rp. 1.000.000,-
Harga barang Rp. 10.000.000,-
PPN Rp. 1.000.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 11.000.000,-

PPN dipungut : 10% x 10.000.000,- = 1.000.000,-
PPh pasal 22 dipungut : 1,5% x 10.000.000,- = 150.000,-
Total PPN & PPh pasal 22 dipungut = 1.150.000,-
Dibayarkan pada rekanan = 9.850.000,-

2. Pembayaran atas Jasa Kena Pajak yang dipungut PPN
Atas pengadaan jasa perbaikan AC dengan nilai jasa Rp. 5.000.000,- dan PPN sebesar Rp. 500.000,-
Harga jasa Rp. 5.000.000,-
PPN Rp. 500.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 5.500.000,-

PPN dipungut : 10% x 5.000.000,- = 500.000,-
PPh pasal 23 dipotong : 40% x 15% x 5.000.000,- = 300.000,-
Total PPN & PPh pasal 23 dipungut/dipotong = 800.000,-
Dibayarkan pada rekanan = 4.700.000,-

3. Pembayaran yang tidak dipungut PPN
Atas pengadaan satu buah printer dengan nilai barang Rp. 900.000,- dan PPN sebesar Rp. 90.000,- tidak dilakukan pemungutan dan pemotongan pajak
Harga barang Rp. 900.000,-
PPN Rp. 90.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 990.000,-
PPN dipungut = 0
PPh pasal 22 dipungut = 0
Total PPN & PPh pasal 22 yang dipungut = 0
Dibayarkan pada rekanan = 990.000,-

Catatan :
Karena pengadaan barang tersebut nilai totalnya (termasuk PPN) adalah Rp. 990.000,- masih dibawah Rp. 1.000.000,- maka tidak dilakukan pemungutan PPN dan PPh pasal 22 oleh Bendaharawan. PKP rekanan tetap memungut, menyetor dan melaporkan PPN tersebut dalam SPT masa PPN

Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.

Subjek Pajak Penghasilan meliputi :
- Orang pribadi;
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
- Badan; dan
- Bentuk usaha tetap (BUT).

Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.
1. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah :
- Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri adalah:
- Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
- Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak
1. Badan perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
- Bukan warga Negara Indonesia
- Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
- Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
- Bukan warga negara Indonesia; dan
- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Objek Pajak Penghasilan
Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
- Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
- Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
- Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha
- Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
8. Royalti
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Objek Pajak yang dikenakan PPh final Atas penghasilan berupa :
- Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya
- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
- Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
- Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak Termasuk Objek Pajak
a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ybs
c. Warisan
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri,koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat
- Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
- Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi
k. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha
l. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
- Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
- Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Pajak Penghasilan pasal 21

Kewajiban Bendaharawan
Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 atas pembayaran penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21
Jenis - jenis penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 adalah penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun diantaranya :
- Penghasilan pegawai atau penerima pension secara teratur
- Penghasilan pegawai, penerima pension atau mantan pegawai secara tidak teratur
- Upah harian, mingguan, satuan, borongan
- Uang tebusan pension, tabungan hari tua atau jaminan hari tua, uang pesangon
- Honorarium, uang saku, hadiah, komisi, bea siswa dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang terdiri dari tenaga ahli, pemusik, penyanyi, olahragawan, pengajar, penceramah, penyuluh, peserta sidang dsb.
- Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain.

Pemotongan PPh pasal 21
a. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Dalam menghitung PPh pasal 21, bagi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap kecuali pembayaran yang tidak dihitung atas dasar banyaknya hari dan pembayaran kepada tenaga ahli, diberikan pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, besarnya PTKP untuk pegawai tetap mulai tahun pajak 2006 adalah sebagai berikut :
Untuk pegawai tetap :
Rp. 13.200.000,- Untuk diri wajib pajak orang pribadi
Rp. 1.200.000,- Tambahan untuk wajib pajak yang kawin
Rp. 13.200.000,- Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
Rp. 1.200.000,- Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga
Untuk pegawai tidak tetap :
Terhadap pegawai tidak tetap kecuali yang tidak dihitung atas dasar banyaknya hari dan tenaga ahli, diberikan pengurangan sebesar Rp. 110.000,- sehari tetapi tidak lebih dari Rp. 1.100.000,- sebulan. Terhadap penghasilan yang tidak dihitung atas dasar banyaknya hari dan penghasilan tenaga ahli tidak diberikan pengurangan PTKP. Besarnya PTKP tersebut diatas dapat disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b. Biaya Jabatan
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kepada semua pegawai tetap termasuk pegawai negeri diberikan pengurangan berupa biaya jabatan. Pengurangan berupa biaya jabatan ini tidak dikaitkan seseorang menduduki suatu jabatan atau tidak. Besarnya biaya jabatan adalah 5% dari penghasilan bruto tetapi paling banyak Rp. 1.296.000,- setahun atau Rp. 108.000,- sebulan.
c. Bukti Pemotongan
Atas pemotongan PPh pasal 21 Bendaharawan wajib membuat :
- Formulir 1721-A2 atas pemotongan PPh pasal 21 selama satu tahun, paling lambat dua bulan setelah berakhirnya tahun pajak, untuk PNS/TNI/POLRI, dan Pejabat Negara.
- Bukti pemotongan PPh pasal 21 (form F.1.1.33.01) setiap terjadi pemotongan PPh atas upah/honor/komisi/imbalan lainnya termasuk kepada tenaga ahli, untuk pegawai tidak tetap.
- Bukti pemotongan PPh pasal 21 final (form F.1.1.33.02) setiap terjadi pemotongan PPh untuk penghasilan berupa honor/imbalan yang berasal dari APBN/APBD yang dibayarkan kepada PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara dan uang pesangon dan tebusan pension yang dibayar sekaligus.
Bukti-bukti pemotongan tersebut dipergunakan oleh penerima penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masing-masing.

Penyetoran PPh pasal 21
Atas pemotongan PPh pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawan Pemerintah wajib menyetor PPh pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke bank persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Apabila Bendaharawan Pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (UU KUP pasal 14)

Contoh Penghitungan PPh pasal 21
Dalam bagian ini disampaikan beberapa contoh penghitungan PPh pasal 21. Contoh lainnya atas kasus yang berbeda dapat dilihat dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-15/PJ/2006 yang merupakan perubahan dari Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000

* Pegawai Tetap
Cak Matt seorang pegawai dengan status kawin (istri tidak bekerja) dan satu orang anak, setiap bulan memperoleh :
- Gaji pokok : Rp. 1.500.000,-
- Tunjangan istri : Rp. 150.000,-
- Tunjangan anak : Rp. 30.000,-
- Tunjangan jabatan : Rp. 250.000,-
- Tunjangan lain 2 : Rp. 300.000,-
Rp. 2.230.000,-
Pengurangan :
- Biaya jabatan : 5% x 2.230.000,- Rp. 108.000,-
- Iuran pension Rp. 50.000,-
Rp. 158.000,-
Penghasilan netto sebulan Rp. 2.072.000.-

Penghasilan netto selama satu tahun :
12 x 2.072.000,- Rp. 24.864.000,-
PTKP setahun :
- Untuk WP sendiri Rp. 13.200.000,-
- Tambahan WP kawin Rp. 1.200.000,-
- Tambahan 1 anak Rp. 1.200.000,-
Rp. 15.600.000,-
Penghasilan kena pajak setahun Rp. 9.264.000,-

PPh pasal 21 terutang :
5% x 9.264.000,- = Rp. 463.200,-
PPh pasal 21 sebulan :
463.200 ÷ 12 = Rp. 38.600,-

Catatan :
Biaya jabatan 5% x Rp. 2.230.000,- = Rp. 111.500,- melebihi jumlah maksimal yaitu Rp. 108.000,- sehingga yang dipakai dalam perhitungan adalah jumlah maksimal yang diperkenankan tiap bulan yaitu Rp. 108.000,-

* Honor yang tidak dihitung atas dasar banyaknya hari
Bu Titik, seorang penceramah yang bukan PNS / TNI / POLRI / Pejabat Negara, memberikan ceramah pada suatu lokakarya dan diberikan honorarium sebesar Rp. 2.250.000,-

PPh pasal 21 terutang yang harus dipotong :
5% x 2.250.000,- = Rp. 125.000,-
Catatan :
Terhadap pemberian honor yang tidak dihitung atas dasar banyaknya hari, tidak mendapat pengurangan PTKP harian/bulanan.

* Honor kepada Tenaga Ahli
Susilo seorang konsultan yang bekerja sendiri (tidak mewakili suatu badan) mengerjakan suatu pekerjaan, diberikan imbalan sebesar Rp. 50.000.000,-

PPh pasal 21 terutang yang harus dipotong :
50% x 15% x 50.000.000,- = Rp. 3.750.000,-

Catatan :
Terhadap pemberian honor kepada tenaga ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris) penghitungan PPh terutang dilakukan dengan mengalikan Penghasilan bruto dengan perkiraan penghasilan netto 50% dan tarif 15%

Pajak Penghasilan pasal 22

Pengertian
Pajak penghasilan (PPh) pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh :
1. Bendaharawan Pemerintah pusat/daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang ;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Kewajiban Bendaharawan
Bendaharawan yang telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak wajib memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 Ss.t.d.t.d KMK Nomor 236/KMK.03/2003 atau wajib memungut Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang.

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 22
Pada prinsipnya, Bendaharawan wajib memungut PPh pasal 22 atas semua penyerahan barang, namun demikian Bendaharawan tidak memungut PPh pasal 22 diantaranya atas :
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai diantaranya :
a. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, atau kebudayaan
b. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
c. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
d. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum
e. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara
f. Barang dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara
g. Vaksin polio untuk program PIN
h. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama
i. Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan data photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh TNI
3. Pembayaran paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak dipecah-pecah
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas air minum/PDAM dan benda-benda pos
5. Pembayaran/pencairan dana jaring pengaman sosial (JPS) oleh KPPN
Untuk dapat dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 :
- Atas ketentuan dalam angka 1 dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Dirjen Pajak melalui KPP
- Untuk ketentuan dalam angka 2 dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai
- Untuk ketentuan dalam angka 3, 4, dan 5 tidak memerlukan SKB

Pemungutan dan Penyetoran PPh pasal 22
PPh pasal 22 atas pengadaan barang, terutang dan dipungut pada saat pembayaran, sedangkan PPh pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB. Besarnya tarif PPh pasal 22 atas pengadaan barang yang dananya berasal dari APBN/APBD adalah 1,5%. PPh pasal 22 yang dipungut Bendaharawan adalah :
1,5% x harga / nilai pembelian barang tidak termasuk PPN
Bendaharawan pemungut PPh pasal 22 :
- Menyetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
- Menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi identitas rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan pemungut pajak
- Dalam hal pembayaran dilakukan langsung oleh KPPN, PPh pasal 22 dipungut langsung oleh KPPN dan SSP diisi identitas rekanan serta ditandatangani oleh Kepala Seksi Perbendaharaan KPPN

Bukti pemungutan PPh pasal 22
Bukti pemungutan PPh pasal 22 bagi penerima penghasilan/rekanan adalah SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani dan disetor oleh Bendaharawan atau SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani oleh Kepala Seksi Perbendaharaan KPPN dalam hal dilakukan pemungutan oleh KPPN

Pelaporan PPh pasal 22
Bendaharawan pemungut PPh pasal 22 harus melaporkan hasil pemungutan paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22 (form F.1.1.32.02). Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda (pasal 7 UU KUP) sebesar Rp. 50.000,-

Contoh penghitungan PPh pasal 22
1. Pengadaan barang yang dipungut PPh
Pengadaan barang berupa satu unit computer dengan nilai barang sebesar Rp. 8.000.000,-
Harga barang Rp. 8.000.000,-
PPN Rp. 800.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 8.800.000,-

PPh pasal 22 yang dipungut
1,5% x 8.000.000,- = 120.000,-
PPN dipungut
10% x 8.000.000,- = 800.000,-
Total PPN dan PPh pasal 22 dipungut = 920.000,-
Dibayar kepada rekanan = Rp. 7.880.000,-

2. Pengadaan barang yang dipungut PPh
Pengadaan barang berupa meja rapat yang tercantum dalam kontrak dengan nilai sebesar Rp. 11.000.000,- termasuk PPN, perhitungan pemungutan PPN dan PPh pasal 22 adalah :
Nilai kontrak (termasuk PPN) Rp. 11.000.000,-
PPN = 10/110 x 11.000.000,- (Rp. 1.000.000,-)
Dasar pengenaan pajak Rp. 10.000.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 11.000.000,-

PPh pasal 22 yang dipungut
1,5% x 10.000.000,- = 150.000,-
PPN dipungut
10% x 10.000.000,- = 1.000.000,-
Total PPN dan PPh dipungut = 1.150.000,-
Dibayar kepada rekanan = 9.850.000,-

3. Pengadaan barang yang tidak dipungut PPh
Atas pengadaan alat tulis kantor dengan nilai barang sebesar Rp. 800.000,- dan PPN sebesar Rp. 80.000,-
Harga barang Rp. 800.000,-
PPN Rp. 80.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 880.000,-
PPh pasal 22 yang dipungut : 0
PPN yang dipungut : 0
Dibayar kepada rekanan : Rp. 880.000,-

Catatan :
Karena pengadaan barang tersebut nilai totalnya (termasuk PPN) adalah Rp. 880.000,- masih dibawah Rp. 1.000.000,- maka tidak dilakukan pemungutan PPh pasal 22 dan PPN oleh Bendaharawan. Atas transaksi tersebut tetap terutang PPN yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan.

Pajak Penghasilan pasal 4 (2) dan Pajak Penghasilan 23

Pengertian
Pajak penghasilan (PPh) pasal 23 adalah pajak adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21

Pemotong dan penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23
1. Pemotong PPh pasal 23 :
- Badan pemerintah
- Wajib pajak badan dalam negeri
- Penyelenggara kegiatan
- Bentuk usaha tetap (BUT)
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
- Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23
- WP dalam negeri
- Bentuk usaha tetap

Kewajiban Bendaharawan
Bendaharawan yang telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak wajib memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 4 ayat 2 atas pembayaran penghasilan berupa persewaan tanah dan bangunan dengan syarat tertentu. Bendaharawan wajib memotong PPh pasal 23 atas pembayaran penghasilan berupa antara lain sewa, hadiah, jasa teknik, jasa manajemen, jasa profesi, dan jasa-jasa lainnya yang dibayarkan kepada WP dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 4 ayat 2
Jenis-jenis penghasilan dan tarif pemotongan yang dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 diantaranya adalah :
No Jenis Penghasilan Tarif (*)
1 Persewaan tanah dan atau bangunan 10 %
2 Jasa Kontruksi, yang memenuhi kualifikasi usaha kecil serta nilai pengadaan sampai dengan 1 miliar rupiah, yang terdiri atas :
A. Jasa Perencanaan Kontruksi 4 %
B. Jasa Pelaksanaan Kontruksi 2 %
C. Jasa Pengawasan Kontruksi 4 %

(*) dikenakan dari jumlah bruto
Atas penghasilan tertentu sebagaimana tercantum dalam tabel diatas, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah sesuai PP Nomor : 29 / 1996 sebagaimana diubah dengan PP Nomor : 5 / 2002, penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh yang bersifat final. Sesuai dengan PP Nomor : 140 / 2000 atas penghasilan dari jasa kontruksi dengan syarat tertentu dikenakan PPh yang bersifat final. Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh secara final tersebut, penerima penghasilan tidak boleh menggabungkan dengan penghasilan lainnya.

Penghasilan yang dikenakan PPh pasal 23
Jenis-jenis penghasilan dan tarif pemotongan yang dikenakan PPh pasal 23 sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 diantaranya adalah :

No Jenis Penghasilan Perkiraan
Penghasilan
Netto Tarif Tarif Efektif
1 Dividen, Bunga, Royalty, Hadiah dan Penghargaan - 15 % 15 %
2 Bunga Simpanan Koperasi yang melebihi Rp. 240.000,- - 15 % 15 %
3 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis 10 % 15 % 1,5 %
4 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final 30 % 15 % 4,5 %
5 Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konsultan selain konsultan kontruksi 30 % 15 % 4,5 %
6 Jasa Pengawasan Kontruksi 26 2/3 % 15 % 4 %
7 Jasa Perencanaan Kontruksi 26 2/3 % 15 % 4 %
8 Jasa Penilai 30% 15% 4,5%
9 Jasa Aktuaris 30% 15% 4,5%
10 Jasa Akuntansi 30% 15% 4,5%
11 Jasa Perancang 30% 15% 4,5%
12 Jasa Pengeboran (drilling)di bidang migas, kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap 30% 15% 4,5%
13 Jasa Penunjang migas 30% 15% 4,5%
14 Jasa Penambangan dan Jasa Penunjang di bidang penambangan selain migas 30% 15% 4,5%
15 Jasa Penunjang dibidang Penerbangan dan Bandar Udara 30% 15% 4,5%
16 Jasa Penebangan Hutan termasuk Land clearing 30% 15% 4,5%
17 Jasa Pengolahan limbah 30% 15% 4,5%
18 Jasa penyedia tenaga kerja 30% 15% 4,5%
19 Jasa Perantara 30% 15% 4,5%
20 Jasa dibidang perdagangan surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh IDX, KSEI, dan KPEI 30% 15% 4,5%
21 Jasa custodian, penyimpanan, penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI 30% 15% 4,5%
22 Jasa Telekomunikasi yang bukan untuk umum 30% 15% 4,5%
23 Jasa pengisian suara / mixing film 30% 15% 4,5%
24 Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan 30% 15% 4,5%
25 Jasa Intalasi / pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel kecuali dilakukan oleh pengusaha kontruksi 30% 15% 4,5%
26 Jasa Instalasi / Pemasangan peralatan kecuali dilakukan oleh perusahaan konstruksi 30% 15% 4,5%
27 Jasa perawatan/ pemeliharaan /perbaikan mesin, listrik/ telepon/ air/gas/AC/TV Kabel 30% 15% 4,5%
28 Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan 30% 15% 4,5%
29 Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan alat-alat transportasi / kendaraan 30% 15% 4,5%
30 Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan 30% 15% 4,5%
31 Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan, Jasa instalasi / pemasangan peralatan, mesin / listrik / telepon / air / gas / AC / TV Kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak yang mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi 13,33% 15% 2%
32 Jasa maklon 20% 15% 3%
33 Jasa penyelidikan dan keamanan 20% 15% 3%
34 Jasa penyelenggara kegiatan / event organizer 20% 15% 3%
35 Jasa pengepakan 20% 15% 3%
36 Jasa penyediaan tempat dan / atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi 10% 15% 1,5%
37 Jasa pembasmian hama 10% 15% 1,5%
38 Jasa kebersihan / cleaning service 10% 15% 1,5%
39 Jasa catering 10% 15% 1,5%

Pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23 dilakukan dengan memperhatikan tarif sebagaimana diatur dalam pasal 23 UU PPh, PP Nomor : 5/2002, PP Nomor : 140/2000 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-170/PJ/2002 s.t.d.t.d PER-70/PJ/2007 dan tidak ada pengecualian atas nilai tertentu atau jasa tertentu.

Bukti pemotongan
a. Atas pemotongan PPh pasal 4 ayat 2, Bendaharawan wajib membuat Bukti Pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 :
- Form F.1.1.33.12 atas transaksi sewa tanah dan atau bangunan
- Form F.1.1.33.16 atas transaksi jasa kontruksi
Bukti pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 merupakan bukti pemotongan atas penghasilan yang dikenakan PPh secara final sehingga atas penghasilan dan pemotongan PPh-nya tidak digabung dengan penghasilan lainnya.
b. Atas pemotongan PPh pasal 23, bendaharawan wajib membuat Bukti Pemotongan PPh pasal 23 (form F.1.1.33.06) atas transaksi jasa dan sewa, tidak termasuk jasa dan sewa yang dikenakan PPh pasal 4 ayat 2.
Bukti pemotongan PPh pasal 23 tersebut dipergunakan oleh penerima penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh badan.

Penghitungan PPh pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN

Dikecualikan dari pemotongan PPh pasal 23
a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
c. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan
- Bagian perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut
d. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha
e. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan konsi
f. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
g. Bunga simpanan anggota koperasi yang tidak melebihi jumlah Rp. 240.000,- setiap bulan

Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh pasal 23
a. PPh pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu
b. PPh pasal 23 disetor oleh pemotong pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak
c. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berkahir

Perlakuan Perpajakan atas Proyek yang dananya berasal dari Hibah / Pinjaman Luar Negeri
Terdapat perlakuan khusus atas proyek yang dananya berasal dari hibah / pinjaman luar negeri yaitu PPh Ditanggung Pemerintah (PP Nomor : 42/1995 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor : 25/2001) dengan ketentuan sebagai berikut :
- PPh yang terutang atas penghasilan kontraktor, konsultan, dan pemasok utama dari proyek yang dibiayai dengan dana hibah dan atau pinjaman luar negeri, ditanggung oleh pemerintah
- Dibuatkan SSP PPh atau bukti pemungutan PPh yang dibubuhi cap “ PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH “

Penyetoran PPh pasal 4 ayat 2 dan PPh pasal 23
Atas pemotongan PPh pasal 4 (2) dan PPh pasal 23 yang telah dilakukan, Bendaharawan wajib menyetor PPh yang telah dipotong ke bank persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Apabila Bendaharawan Pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (UU KUP pasal 14)

Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 4 (2) dan PPh pasal 23
Wajib Pajak Bendaharawan wajib menyampaikan SPT Masa PPh pasal 4 (2) (form F.1.1.32.04) dan SPT Masa PPh pasal 23 (form F.1.1.32.03) selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berkutnya. Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda (pasal 7 UU KUP) sebesar Rp. 50.000,-

Contoh penghitungan PPh
a. PPh pasal 4 (2)
Atas pengadaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh pengusaha yang memiliki kualifikasi sebagai usaha kecil dengan nilai jasa sebesar Rp. 500.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp. 50.000.000,-

Nilai Jasa Rp. 500.000.000,-
PPN Rp. 50.000.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 550.000.000,-

PPh pasal 4(2) yang dipotong
2% x 500.000.000,- = Rp. 10.000.000,-
PPN dipungut
10% x 500.000.000,- = Rp. 50.000.000,-
Total PPN dan PPh dipungut/dipotong Rp. 60.000.000,-

Dibayar kepada rekanan Rp. 490.000.000,-

b. PPh pasal 23 atas Jasa Pelaksanaan Konstruksi
Atas pengadaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi dengan nilai jasa sebesar Rp. 1.500.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp. 150.000.000,-

Nilai Jasa Rp. 1.500.000.000,-
PPN Rp. 150.000.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 1.650.000.000,-

PPh pasal 23 yang dipotong
2% x 1.500.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
PPN dipungut
10% x 1.500.000.000,- = Rp. 150.000.000,-
Total PPN dan PPh dipungut/dipotong Rp. 180.000.000,-

Dibayar kepada rekanan Rp. 1.470.000.000,-

Catatan :
Karena nilai bangunan melebihi 1 Miliar rupiah dan atau tidak memiliki kualifikasi sebagai usaha kecil, tidak dilakukan pemotongan PPh pasal 4(2) tetapi dilakukan pemotongan PPh pasal 23 dan tidak bersifat final

c. PPh pasal 23 atas Jasa Pembersihan
Atas pengadaan Jasa Pembersihan dengan nilai jasa sebesar Rp. 5.000.000,- dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp. 500.000,-

Nilai Jasa Rp. 5.000.000,-
PPN Rp. 500.000,-
Total tagihan dari rekanan Rp. 5.500.000,-

PPh pasal 23 yang dipotong
10% x 15% x 5.000.000,- = Rp. 75.000,-
PPN dipungut
10% x 5.000.000,- = Rp. 500.000,-
Total PPN dan PPh dipungut/dipotong Rp. 575.000,-

Dibayar kepada rekanan Rp. 4.925.000,-