2.19.2009

HM. Misbach (1879 - 1926)

Pengantar Biografi dan Perjalanan Gerakan
Haji Mohammad Misbach dilahirkan pada tahun 1879 di Kauman Surakarta, letaknya di sisi alun-alun utara. Achmad merupakan nama panggilan semasa kecilnya yang kemudian berganti nama menjadi Darmodiprono setelah ia menikah. Nama Mohammad Misbach merupakan nama setelah ia naik haji. Orang tua Misbach tidak memiliki dasar keagamaan yang kuat, sedangkan Husni Hidayat berpendapat bahwa orang tua Misbach merupakan pejabat keagamaan kraton Surakarta. Meskipun demikian, orang tuanya menyekolahkannya dalam pendidikan pesantren. Misbach juga sempat masuk sekolah Bumi Putera kelas dua selama 2 bulan. Setelah dewasa, ia mengikuti jejak bapaknya, berdagang batik. Pada tahun 1914, Misbach meninggalkan usaha batiknya dan menggeluti dunia intelektual dan organisatoris dengan masuk menjadi anggota Indiansche Journalisten Bond (IJB) yang didirikan oleh Mas Marco Kartodikromo. Mas Marco menggambarkan pertemuannya dengan Misbach dalam tulisan berjudul Korban Pergerakan Rakjat: H. M. Misbach, dengan menggambarkan sosok Misbah bukanlah muslim yang terjebak pada simbol-simbol keagamaan, ia tak segan pula bergaul dengan yang lebih muda karena dimata Misbach tiada perbedaan antara manusia apalagi status kelas. Misbach tak segan pula mengkritik mereka yang mengaku Islam namun enggan untuk berjuang bersama rakyat dan hanya sibuk mengumpulkan harta benda.

Misbach merupakan seorang muslim ortodoks yang sholeh, namun bergerak “setjara djaman sekarang” dengan menerbitkan Medan Moeslimin pada tahun 1915 dan Islam Bergerak pada 1917 yang pada mulanya merupakan respon terhadap diterbitkannya surat kabar Kristen Mardi Rahardjo.; mendirikan Hotel Islam, toko buku dan sekolah agama modern. Pada tahun 1918, kelompok Islam di Surakarta terpecah. Ini terjadi, karena artikel Marto Dharsono’dalam Djawi Hiswara, yang dituduh melecehkan Islam. Walaupun Tjokro Aminoto telah melakukan pembelaan terhadap Islam, melalui counter atas tulisan itu, namun kaum muda Surakarta tetap bangkit. Akhirnya Tjokroaminoto membentuk TKNM (Tentara Kanjeng Nabi Muhammad) pada awal 1918, yang mencuatkan nama Haji Misbach sebagai mubalighnya. Mengiringi terbentuknya TKNM, lahirlah perkumpulan tabligh reformis pimpinan Misbach, SATV (Sidiq, Amanah, Tabligh, Vatonah).
Pada tanggal 20 April 1919, Misbach menggambar kartun di Islam Bergerak yang isinya menyinggung kapitalis Belanda dan Pakubuwono X, yang menghisap para petani dan mempekerja - paksakan mereka. Akibatnya ia ditangkap pada tanggal 7 Mei 1919. Namun, ia dibebaskan pada 22 Oktober 1919. Misbach merupakan tokoh pergerakan Insulinde yang didirikan pada 16 Februari 1919 di kelurahan Nglungge. Misbach selalu mengutip ayat-ayat al-Qur’an sebagai basis propagandanya selama berada di insulinde. Hal ini menjadi ciri khas Misbach, sehingga ia tidak hanya dikenal sebagai aktivis pergerakan namun juga seorang mubaligh. Insulinde afdeling sepanjang pergerakan tahun 1918-1920 berhasil memobilisir petani, meskipun memicu radikalisme petani yang ternyata diluar kendali sehingga insulinde mendapat tekanan dari pemerintah. Meskipun demikian, insulinde menjadi pergerakan perkumpulan bumi putera terbesar meskipun pimpinan pusat tetap dipegang oleh orang indo.
Selama perjuangannya atas mobilisasi petani yang dilakukan oleh insulinde, Misbach dipenjara di Pekalongan yang kemudian dibebaskan pada 22 Agustus 1922. Koesen dalam Islam Bergerak menuliskan bahwasanya Misbach dan rekan-rekannya dipenjara bukan karena merampok, mencuri, menodong atau membunuh, tetapi justru karena mereka melawan pihak yang bertindak sewenang-wenang. Hal ini ditulis Koesen sebagai pembelaan terhadap apa yang telah diperjuangkan oleh Misbach dan rekan-rekannya. Pada tahun 1922 itu pula Misbach keluar dari Muhammadiyah, karena melihat Muhammadiyah dan SI yang mandul dan bersikap kooperatif dengan pemerintah (Hindia Belanda). Penjara tidak kemudian membuat Misbach jera untuk memperjuangkan nasib rakyat, pada bulan Mei 1923 ia muncul sebagai propagandis SI Merah / (lebih condong berhaluan sosialis) dan berbicara tentang pertalian yang mendasar antara Islam dan Sosialis.
Pada tanggal 20 Oktober 1923, Misbach kembali dijebloskan ke penjara dengan tuduhan terlibat dalam aksi-aksi revolusioner yaitu pembakaran bangsal, penggulingan kereta api, pemboman dan lain-lain. Meski kemudian Misbach tidak terbukti terlibat dalam aksi-aksi tersebut, tetapi pemerintah Belanda tetap memutuskan Misbach untuk dibuang. Dalam pembuangan itulah istrinya meninggal karena penyakit Malaria. Dan Misbach meninggal pada 24 Mei 1926 di usia 47 tahun. Tjipto Mangunkusumo dalam surat kabar Panggoegah, 12 Mei 1919 melukiskan keberanian Misbach dalam melawan kolonialisme Belanda sebagai “seorang ksatria sejati” yang mengorbankan seluruh hidupnya untuk pergerakan.

Sketsa dan Pokok Pemikiran
1. Sketsa Perjalanan Pemikiran Misbach

a. Misbach kecil hingga dewasa: Pertemuan dengan Gerakan (1879-1914: 35 tahun)
Sebagaimana telah dipaparkan diatas, Misbach disekolahkan oleh orang tunya di pesantren. Hal ini menempatkannya memiliki kemampuan bahasa Arab. Dibanding tokoh-tokoh pergerakan sezamannya, Misbach tidak memiliki kemampuan lebih dalam bahasa Belanda. Basis pesantren serta lingkungan kraton Surakarta inilah yang kemudian mempengaruhi sosok Misbach nantinya menjadi seorang Mubaligh. Meski orang tuanya menjabat sebagai pejabat keagamaan kraton, hal tersebut tidak membuat Misbach jauh dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyat.
Meskipun tidak terdapat bukti literatur yang memperkuat keterlibatan Misbach dalam Serikat Dagang Islam dan Serikat Islam; namun terdapat akar persentuhan historis yang kuat mengingat pada tahun tahun 1991 dibentuk cabang SDI Bogor di Surakarta, sebagai reaksi terhadap menguatnya perdagangan Tionghoa. Sebagai pengusaha batik, tentunya besar kemungkinan Misbach telah bersentuhan dengan wacana mengenai perselisihan serta garis perjuangan keberadaan Rekso Reomekso, SDI dan SI. Serta tidak terlepas dari kondisi sosial politik yang mengalami kemajuan intensitas perlawanan terhadap penjajah Belanda melalui bentuk strategi baru seperti terbitan-terbitan, rapat akbar, aksi/ demonstrasi dan juga organissi sebagai alat perlawanan.
Maka dalam masa perkenalannya dengan dunia aktivis pergerakan ini, mendorong Misbach untuk kemudian melibatkan diri secara penuh dengan bergabung dalam Indiansche Journalisten Bond (IJB) pada tahun 1914. Meskipun demikian, Misbach tetap tidak meninggalkan corak pemikirannya akan Islam yang banyak dipengaruhi oleh
sikapnya yang mudah bergaul dan diterima oleh lapisan masyarakat yang berbeda.

b. Gerakan Perjuangan Islam (1914-1919: 35-40)
Selama rentang 1914-1919 atau 5 tahun periode kedua perjalanannya sebagai aktivis gerakan, tercatat bahwa Misbach pernah bergabung dalam Indiansche Journalisten Bond (1914), mendirikan Medan Moeslimin (1915) dan Islam Bergerak (1917), bergabung dalam Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (1918), pemimpin redaksi Medan Moeslimin menggantikan ketua TKNM pada saat itu yaitu Hisamzaijnie sekaligus membentuk Sidiq Amanah Tabligh Vatonah (SATV) pada 10 Juli 1918.
Pada masa ini, Misbach banyak bergelut dalam perjuangan anti-Kristen. Ia berpandangan bahwasanya pemerintah (Hindia Belanda) berupaya untuk netral dalam hal agama, tetapi melindungi kapitalis belanda; sedangkan kapitalis belanda membantu misionaris Kristen. Dalam upaya misionaris Kristen tersebut, Misbach melihat bahwasanya terdapat banyak kecurangan serta upaya menjelekkan Islam oleh Kristen. Namun dilain sisi, Misbach juga mengkritik umat muslim kaya yang tidak membantu rakyat miskin dengan hartanya. Tidak pula membantu perjuangan yang dilakukan oleh rakyat baik secara organisatoris ataupun dalam upaya membendung kristenisasi.
Kritikan Misbach terhadap muslim tersebut sangat kental dalam kritikannya terhadap kebijakan Tjokroaminoto yang menetapkan disiplin partai, bahwa anggota SI tidak boleh terlibat dalam organisasi lain. Kemunculan disiplin partai terkait adanya tarik menarik pengaruh antara Tjokroaminoto dengan Semaoen pada Konggres SI ketiga pada 29 Oktober 1918. Sehingga dikalangan SI, bermunculan berbagai tafsiran atas hubungan antara Islam dan Sosialis. Misbach menyadari bahwasanya terdapat kaitan erat antara keberadaan misionaris kristen dengan pemerintah (Hindia Belanda) dan kapitalis belanda. Sehingga perjuangan hak-hak rakyat, tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Islam sebagai agama yang menolak adanya penindasan. Akhirnya pada tanggal 20 April 1919, Misbach menggambar kartun di Islam Bergerak yang isinya menyinggung kapitalis Belanda dan Pakubuwono X, yang menghisap (darah) para petani dan mempekerja-paksakan mereka. Akibatnya ia ditangkap dan dipenjara untuk pertama kali pada tanggal 7 Mei 1919.

c. Perjuangan dan Gerakan Islam Revolusioner (1919-1926: 40-47)
Misbach aktif dalam gerakan-gerakan mobilisir rakyat, terutama petani dan buruh. Keterlibatannya memberikan nuansa tersendiri, karena ia dikenal sebagai orang yang tetap teguh menyampaikan dalil-dalil al-Qur’an dalam ranah perjuangannya. Misbach lebih memilih organisasi tempat dimana ia berjuang, berdasar pada pola gerakanya. Itulah sebabnya ia tidak lagi aktif di Muhammadiyah serta SI yang dipandangnya terlalu kooperatif dan lunak terhadap pemerintah (Hindia Belanda), dan memilih untuk bergabung dengan PKI yang lebih revolusioner dalam memperjuangkan hak rakyat. Meski pada awalnya, terdapat pula pertentangan mengenai Muhammadiyah sebagai Islam Kapitalis dan SI sebagai Islam sama rata sama rasa. Dan saat Misbach dipenjara, pada Maret-Juli 1922 terdapat pertikaian antara Islam Bergerak dan Muhammadiyah.
Misbach dibebaskan dari penjara di Pekalongan pada 22 Agustus 1922, setelah dipenjara selama dua tahun tiga bulan. Misbach memberikan uraian mengenai relevansi Islam dan komunisme dengan menunjukkan ayat-ayat al-Qur’an serta mengkritik pimpinan SI Putih yang munafik dan menjadikan Islam sebagai selimut untuk memperkaya diri sendiri. Pada tahun 1923 pula Misbach menulis kritikannya terhadap Tjokroaminoto di Medan Moeslimin dengan judul “Semprong Wasiat: Disiplin Organsisi Tjokroaminoto Menjadi Racun Pergerakan Rakyat Hindia”.
Misbach muncul sebagai pimpinan PKI di Surakarta, yang kemudian merubah Islam Bergerak menjadi Rakjat Bergerak dan penyatuan secara de fakto organ PKI Yogyakarta berbahasa Melayu, Doenia Baroe, ke dalam Rakjat Bergerak pada September 1923. Pada tanggal 20 Oktober 1923, Misbach kembali dijebloskan ke penjara dengan tuduhan terlibat dalam aksi-aksi revolusioner yaitu pembakaran bangsal, penggulingan kereta api, pemboman dan lain-lain. Dan meninggal pada 24 Mei 1926 selama di pengasingan.

2. Pokok Pemikiran Misbach

a. Islam sebagai Petunjuk dan Keselamatan (Rahmatan Lil Alamin)
Misbach mendefinisikan agama sebagai petunjuk Tuhan yang bersifat kuasa (Universal) untuk seluruh umat manusia. Islam berarti keselamatan dan menjadi agama Islam merupakan penunjuk jalan yang menuntut keselamatan (Misbach, 1924:35). Bahkan lebih jauh lagi, seorang muslim tidak mungkin hidup terbelah antara aqidah, hati nurani dan imannya dalam satu segi, dengan kehidupan dalam praktek sosialnya disegi lainnya. Dan untuk mencapai penyebaran Islam tersebut, Misbach tidak ragu-ragu untuk mengajak orang-orang mukmin melakukan perang. Sesuai dengan nama jurnalnya Islam Bergerak, Misbach berpandangan bahwa diperlukan bersatunya kata dengan perbuatan. Bahkan Misbach mengidentikkan perjuangan muslim progresif sebagai Islam Sejati. Karena didalam Islam terdapat anjuran untuk menegakkan keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan sebagainya yang harus diterapkan melalui politik dan sosial. Misbach memperjuangkan semangat religius untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan.
Perbedaan dalam agama menurut Misbach hanya dalam namanya saja, karena setiap agama diturunkan melalui rasul yang berbeda-beda. Seperti Nabi Adam, agamanya disebut agama Adam (Misbach, 1925: 34-35).

b. Sosialisme sebagai Gerakan
Sosialisme menurut Misbach merupakan gerakan mewujudkan masyarakat tanpa kelas, masyarakat “sama rata sama rasa”. Menurut Misbach, yang dia kutip dari Marx, kemiskinan itu disebabkan adanya penghisapan dari kapitalisme. Mesin penggerak kapitalisme, atau spirit kapitalisme, adalah ketamakan. Tetapi, pengisapan dan penggerak kapitalisme adalah uang. Bahkan dalam menyerang Tjokroaminoto dan SI Putih umumnya, Misbach menyebutkan bahwa uang telah membutakan mereka untuk berjuang sebagai muslim sejati. Apa yang Misbach pelajari dari Sosialisme, terutama tulisan Semaoen, tidak sekedar memahami bahwa pelaku kejahatan adalah kapitalisme. Ia juga mendapatkan bagaimana dan mengapa kapitalisme secara bersama-sama menghancurkan manusia baik fisik maupun mental

Daftar Pustaka

Hidayat, Husni. 2005. Haji Misbach; “Kyai Merah” dari Surakarta. Edisi XXIII: http://afkar.numesir.org.
Shiraishi, Takashi. 1997. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa, 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Hiqmah, Nor. 2000. H. M. Misbach: Sosok dan Kontroversi Pemikirannya. Yogyakarta: Litera.
Tauhid, Abdi. 2000. Islam, Sesungguhnya Kiri. Dari: apakabar@saltmine.radix.net
Rio, Adde. 2006. Adakah Perbedaan Akaran Komunis dan Islam?. Dari: indo-marxist@yahoogroups.com.
Soerojo, Soegiarso. 1988. Siapa Menabur Angin akan Menuai Badai.. Jakarta: Intermasa.

Endnote
1 Penulis adalah Ketua IMM Kom. Muh. Abduh. Disampaikan dalam diskusi pada Ahad, 7 Januari 2007 pukul 14.00 WIB, menyambut kelahiran ‘putra’ IMM Sukoharjo yaitu IMM Kom. H. M. Misbach.
2 Nor Hiqmah. 2000. H. M. Misbach: Sosok dan Kontroversi Pemikirannya. Yogyakarta: Litera, hlm. 1.
3 Nor Hiqmah, Ibid., hlm. 1 dan Takashi Shiraishi. 1997. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa, 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti hlm. 173.
4 Husni Hidayat. 2005. H. M. Misbach: “Kyai Merah” dari Surakarta. http://afkar.numesir.org
5 Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 2. Husni Hidayat mengemukakan bahwa Misbach telah aktif dalam organisasi pada tahun 1912 ketika SI berdiri, kemudian aktif dalam JIB yang dibentuk oleh SI pada 1914.
6 Takashi Shiraishi, Op.Cit., hlm. 175.
7 Husni Hidayat, Op.Cit.
8 Ibid.
9 Zohroh, 1997:29-30 dalam Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 4.
10 Takashi Shiraishi, Op.Cit., hlm. 186-187.
11 Koesen, 20 Juni 1919. Sebabnja ditahan pendjara. Surakarta: Islam Bergerak dalam Takashi Shiraishi, Op.Cit., hlm. 226.
12 ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereeniging) merupakan suatu organisasi Marxist pertama di Asia Tenggara yang didirikan Mei 1914 di Semarang, yang kemudian pada 23 Mei 1920 mengubah nama menjadi PKI (Perserikatan Komunis India) di bawah pimpinan Semaun. Pada saat itu, Semaun juga merangkap sebagai ketua SI cabang Semarang. Lebih lanjut baca Soegiarso Soerojo, 1988, Siapa Menabur Angin akan Menuai Badai, Jakarta: Intermasa, hlm. 33-35. Menurut Takashi, Op.Cit., hlm. 115, ISDV didirikan oleh Henk Sneevlit pada Mei 1915.
13 Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 4.
14 Ibid., hlm. 5. dan Takashi Shiraishi, Op.Cit., hlm. 384
15 Takashi Shiraishi, Op.Cit., hlm. 56-57. Terdapat kerancuan penanggalan dalam beberapa literature baik dalam tulisan Takashi maupun Nor Hiqmah, mengenai keberadaan dan latar belakang hadirnya SDI dan SI di Surakarta. Takashi menyebutkan bahwa SDI di surakarta merupakan cabang dari SDI Bogor, yang sebenarnya dalih dari Rekso Roemekso kepada pemerintah yang didirikan oleh Haji Saman Hudi awal 1912, ketika terdapat perkelahian antara orang-orang Jawa dari Roemekso dengan Tionghoa pada akhir bulan 1911 dan awal 1912.
16 Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 11.
17 Takashi, Op.Cit., hlm. 184.
18 Ibid.
19 Nor Hiqmah, Ibid., hlm. 17-18.
20 Ibid., hlm. 22-23.
21 Takashi, Op.Cit., hlm. 343.
22 Ibid., hlm. 374.
23 Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 27.
24 Ibid. hlm. 29.
25 Abdi Tauhid, 2000, Islam, Sesungguhnya Kiri, didapatkan dari: apakabar@saltmine.radix.net
26 Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 50.
27 Nor Hiqmah, Op.Cit., hlm. 25..
28 Takashi Shiraishi, Op.Cit., hlm. 365.

taken from : qahar.wordpress.com

[+/-] Selengkapnya...

2.17.2009

METRO FILES : HM. Misbach

Tanpa sengaja saat malam itu, ketika saya sedang meluangkan waktu untuk menambah wawasan dengan menyaksikan tayangan Metro TV (referensi yang sangat bagus untuk menambah wawasan dan pengetahuan), saat itu acara yang sedang tayang adalah METRO FILES : episode tentang HM. Misbach. Rasanya seumur-umur saya belajar di pendidikan formal sekolah tak pernah saya dengar nama tokoh tersebut. Dalam pelajaran nama itu tak pernah disebut apalagi dibahas sebagai bahagian dari perjuangan bangsa melawan Imperialis dan Kapitalis Belanda. Seakan tercengan bahwa HM. Misbach termasuk tokoh yang sangat besar pengaruhnya bagi sejarah berorganisasi dan perjuangan secara intelektual melawan Belanda dengan berbagai pergerakan yang digagasnya.

Berawal dari mulai tumbuhnya semangat rakyat Indonesia saat itu untuk berorganisasi dan melakukan perjuangan dengan cara yang baru. Saat itu salah satu organisasi yang berdiri adalah Sarikat Islam. Pada awalnya Sarekat Islam (SI) adalah sebuah organisasi perdagangan berlandaskan hukum Islam. SI adalah organisasi kebangsaan pertama di Indonesia. Hadir pertama kali sebagai gabungan pedagang pribumi beragama Islam yang melawan dominasi dagang keturunan Cina dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini dirintis pertama kali pada 1909 oleh RM. Tito Adi Suryo, dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim dari monopoli dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa. Kemudian pada 1911 di kota Solo oleh Haji Samanhudi organisasi dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI) resmi didirikan. Tujuan perkumpulan ini adalah untuk menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang asing seperti pedagang Tionghoa, India dan Arab. Mengapa demikian? Karena pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada pedagang Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya perubahan sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebagai ikatan solidaritas dan lambang kelompok, perlu ada ideologi gerakan.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh dan akhirnya pada tahun 1912 oleh pimpinannya yang baru yaitu Haji Omar Said Cokroaminoto namanya diubah menjadi Sarekat Islam. Apa alasan pengubahan nama tersebut? Hal ini dilakukan agar organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Karena keadaan politik dan sosial mendukung SI menjadi organisasi yang tampil di perpolitikan, maka SDI berubah nama menjadi SI atau Sarekat Islam. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Tujuan SI mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong diantara muslim. Tujuan utama SI 1913 adalah mengembangkan perekonomian. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan. SI berkembang pesat, pada waktu diajukan sebagai Badan Hukum, Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Dengan perubahan waktu akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917. SI akhirnya mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan Budi Utomo dan mulai disusupi aliran Revolusioner Sosialis, mengapa begitu? Karena SI tidak membatasi keanggotaannya

Melihat perkembangan SI yang sama sekali di luar dugaan dari pemerintahan Belanda saat itu, maka Belanda berusaha untuk melemahkan SI dan memecah belah organisasi tersebut. Usaha Belanda berawal dengan mendatangkan tokoh-tokoh sosialis, diantaranya adalah Sneevlet. Tujuan adalah jelas, untuk menyebarkan ajaran sosialis dan komunis yang disuntikkan kedalam pandangan serta cara berpikir para anggota SI. Hal ini dilakukan Belanda untuk melawan kekuatan agama Islam yang terbukti ampuh menjadi alat pemersatu pandangan para pribumi saat itu. SI sebagai organisasi besar akhirnya terpecah setelah disusupi oleh orang-orang yang telah dipengaruhi oleh paham sosialis. Paham sosialis ini disebarkan oleh Sneevlet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sosialistische Democratische Vereeniging). Mereka menyebar luaskan ajaran sosialis dan terang-terangan menentang kebijakan-kebijakan pimpinan Sarekat Islam. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi SI putih yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto dan SI merah yang dipimpin Semaun. Si merah berlandaskan Sosialisme Komunisme.

Salah satu tokoh yang berada di balik SI Merah adalah HM. Misbach, siapakah HM. Misbach itu sebenarnya ? Haji Mohamad Misbach atau HM. Misbach adalah tokoh yang membawa suatu bentuk baru komunisme di mana agama dan ajaran komunis itu sendiri bukan suatu hal yang harus dipertentangkan karena menurut Misbach Islam dan komunisme merupakan satu bagian yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya karena dengan menyerap ajaran komunis Islam menjadi Agama yang dapat melawan ketidakadilan. Dengan pemahaman tersebut Haji Misbach muncul menjadi seorang komunis yang tetap mempertahankan keyakinan agamanya sebagai seorang Muslim. Haji Misbach lahir di Solo tahun 1876 dari sebuah keluarga pedagang batik selain itu Ayah Misbach merupakan seorang pejabat keagamaan di Kasunanan Surakarta, maka dari itulah Misbach kecil mendapatkan ajaran agama semenjak dini dari pesantren. Selain itu Misbach pernah pula mengenyam pendidikan formal di sekolah bumiputera ‘ongko loro’ selama delapan bulan. Ketika beranjak dewasa Misbach mengikuti langkah sang ayah untuk terjun ke bisnis batik hingga menuai keberhasilan dalam usahanya tersebut. Dari kesuksesan dalam materi inilah Misbach memiliki banyak waktu untuk memikirkan masalah-masalah sosial yang terjadi ketika itu, perkenalannya dengan Komunis terjadi ketika ia masuk pada organisasi Sarekat Islam. Dalam organisasi Sarekat Islam ini Misbach selalu mengemukakan mengenai pendirian sekolah dan surat kabar Islam serta gagasan-gagasan lain yang berusaha untuk kemajuan masyarakat dan melawan penindasan pemerintah kolonial. Ketika terjadinya perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam Misbach memilih untuk masuk ke dalam Partai Komunis Indonesia dan turut mendirikan cabang PKI di Solo, keluarnya Misbach dari Sarekat Islam dikarenakan kekecewaan dirinya terhadap kepemimpinan SI yang tidak tegas dalam memperjuangkan “kebathilan” yang dilakukan oleh pemerintah Belanda, Misbach bersikap antipati terhadap pemerintah Belanda dan mendorong pemogokan serta protes petani dan buruh. Misbach menyerukan kepada rakyat agar “jangan takut dihukum, dibuang, digantung”, seraya memaparkan kesulitan Nabi menyiarkan Islam. Misbach adalah sosok yang selalu menempatkan diri dalam perjuangan melawan kapitalis, ia meyakini paham komunis. karena Misbach mengagumi Karl Marx dan selalu menulis artikel mengenai Islamisme dan Komunisme, di mata Misbach Marx berjasa membela rakyat miskin, mencela kapitalisme sebagai penyebab kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Agama dirusak oleh kapitalisme sehingga kapitalisme harus dilawan.
Misbach dipercaya sebagai dalang dari kejadian “teror-teror” yang terjadi di Jawa. Ia ditangkap dan dibuang ke Manukwari Papua karena diduga menyebarkan pamflet bergambar palu arit dan tengkorak serta membakar bangsal sekatenan, dan mengebom Mangkunegaran. Hingga akhir hayatnya pada tahun 1926 Misbach tetap berjuang untuk mewujudkan suatu tatanan kemasyarakatan yang bebas dari penindasan melalui jalur agama yang sama rasa sama rata.

[+/-] Selengkapnya...

2.13.2009

Merdeka dalam Republik



Merdeka ????, apa sebenarnya makna dibalik kata itu,...
Merdeka itu tidak berarti boleh menjalankan kemauan diri sendiri saja, dengan tiada mempedulikan hak dan kemauan orang lain. Kemauan dari setiap warganegara itu tentunya akan sangat bermacam - macam, dan belum tentu sejalan antara warga satu dengan lainnya. Perlu ada pengendali agar masing - masing kemauan dan kepentingan itu tidak saling mengganggu. Ingat, bahwasanya kemerdekaan itu adalah milik semua warganegara jadi tidak boleh ada kemauan dan kepentingan pribadi yang saling mengganggu. Kemauan warganegara tidak boleh berjalan dengan liar dan harus dikendalikan. Apa yang mampu mengendalikannya ??? Pengendali ini mesti berdaulat dan dihormati oleh seluruh warganegara tanpa keucuali. Pengendali yang amat sentosa itu adalah peraturan atau Undang - undang.

Undang - undang Negara itulah yang menangkap, memeriksa, atau menghukum seorang warganegara yang dianggap salah. Dengan aturan yang sudah ditetapkan itulah Negara mestinya dijalankan. Aturan menjalankan Negara itu dinamai Undang - undang Dasar atau Konstitusi.
Negara yang dijalankan dengan kekuasaan tertinggi berada pada Undang - undang / Konstitusi dinamakan dengan Republik. Seorang ahli filsafat Perancis Montesquieu membagi kerja pemerintahan (Republik) atas tiga bagian :
1. Kekuasaan membuat Undang - undang (Legislative)
2. Kekuasaan menjalankan Undang - undang (Executive)
3. Kekuasaan mengawasi jalannya Undang - undang (Judicial)

Jadi idealnya, membuat, menjalankan, dan mengawasi Undang - undang tidak terletak pada satu orang/satu badan, melainkan pada tiga badan. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengadakan keseimbangan (check and balance) dalam pemerintahan Negara. Tiap - tiap badan itu ditentukan pula kekuasaannya dengan Undang - undang dan batas - batas kekuasaannya.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah tiap - tiap bagian tersebut akan menjadi terlampau merdeka dan menimbulkan kekacauan ? Kemungkinan itu memang ada. Semua bagian itu harus dipersatukan dan dikuasai oleh kelas yang terkuasa dalam Negara Republik itu dengan perkakasnya yang dinamai birokasi.

[+/-] Selengkapnya...

2.10.2009

Maju Lagi Jenderal





Pesta Demokrasi akan berlangsung tahun ini,...
namanya juga pesta, kebayang nggak sih betapa meriahnya,...
sekarang aja yang baru masuk dua bulan usia 2009, perang poster, selebaran, spanduk, dan bendera - bendera sudah mulai.

Apalagi sekarang sistem pencalonan legislatif berdasarkan suara terbanyak,
otomatis akan merangsang para caleg untuk semakin berlomba - lomba untuk mengumbar janji - janji
Jalanan semarak dengan foto - foto para caleg,...
layaknya para bintang yang mempromosikan sebuah produk
pose mereka tampak penuh dengan obsesi dan harapan

Oke mari kita lupakan para figuran caleg yang nampak tidak jelas visi dan misinya itu
Kita coba beranjak ke partai utama,...(loh emangnya tinju, kok ada partai utama segala)

Yah,.... yang saya maksud partai utama adalah pencalonan presiden
capres lah inti dari pesta demokrasi ini

untuk sekedar jadi bahan yang patut untuk dicermati,...
dari pengamatan saya,...kenapa peserta capres mayoritas adalah para purnawirawan tentara,...
mungkin kita sudah lupa, bukankah dulu para jenderal tentara itu pernah disudutkan
tapi seolah - olah bereinkarnasi kini mereka tampil delam barisan depan
untuk menjadi pemimpin negeri ini,...
ada fenomena apa ini ???

rupanya selama ini, kalangan sipil yang dulu menyudutkan para jenderal itu dan menuntut kesempatan untuk mengelola negeri yang besar ini telah GAGAL TOTAL
setidaknya itu menurut pengamatan saya,...
karena saya juga warga sipil, dan saya turut merasakan carut marutnya pemerintahan sipil yang tidak mempunyai arahan yang jelas dalam mengelola negara,...

adalah sebuah hal yang wajar jika kini rakyat itu merindukan figur pemimpin yang mampu memberi rasa aman dan kesejahteraan nyata dan bukan sekedar retorika belaka.

karena sejatinya pemimpin itu adalah dipersiapkan,
pemimpin itu lahir melalui proses pengkaderan,
pemimpin itu ditempa oleh perjuangan,
pemimpin itu dibentuk oleh kedisiplinan dan survivor,

dan semua proses tersebut terdapat dalam pola pendidikan kemiliteran yang ada di tentara,
rasa bela bangsa dan bela negara itu ditanamkan di tentara,
rasa kenegarawanan itu ada pada tentara yang baik,
tentara yang berjiwa BAIK dan berhati BERSIH

Semoga kelak kita akan dapatkan pemimpin yang Tangguh, Kuat, Berjiwa Baik, Berhati Suci, dan Mampu mengayomi seluruh kalangan dalam Negara dan sanggup mengelola negara dengan baik.

Oiya mungkin sebaiknya istilah Pesta Demokrasi diganti dengan Proses Demokrasi
karena pesta itu kesannya cuma hura - hura berhedonisme dan tidak mencari sesuatu yang baru untuk perubahan negara menjadi yang lebih baik,...
tidak akan ada hasil yang baik dari Pesta Demokrasi,...

[+/-] Selengkapnya...

Situs Klinterejo (4) - end -

Warga Dusun Klinterejo, Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (20/1), melakukan penggalian sekaligus pemindahan peninggalan Majapahit yang ada di atas tanah mereka. Hal itu dilakukan karena tidak ada upaya penyelamatan serius yang dilakukan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jatim sekalipun temuan-temuan sejarah tersebut telah dilaporkan sejak tiga tahun lalu.

Sekitar 20 warga desa sejak Selasa pagi menyiapkan sebuah mobil bak terbuka di lokasi yang berdekatan dengan Situs Klinterejo. Situs itu mengandung banyak peninggalan Kerajaan Mapajahit seperti sandaran arca, yoni, lumpang batu, jaladwara, balok batu, dan umpak batu. Mereka mengangkat sejumlah umpak batu ke mobil dan memindahkan umpak batu itu ke Situs Klinterejo yang dikenal pula sebagai petilasan Bhre Kahuripan atau Ratu Tribhuana Tunggadewi.

Selain umpak-umpak batu tersebut, warga juga membuka sejumlah sumur kuno yang ada di lokasi itu. Ada sekitar 10 sumur dengan diameter masing-masing 80 sentimeter. Selain itu, terdapat pula struktur batu bata yang kemungkinan bangunan tembok pada sisi barat tanah warga.

Kekecewaan warga

Kepala Dusun Klinterejo M Shofii (33) mengatakan, apa yang dilakukan warga adalah bentuk kekecewaan terhadap pemerintah yang mengabaikan peninggalan bersejarah itu. Ia menyatakan, jika memang pemerintah, dalam hal ini BP3 Jatim, menginginkan agar struktur dan peninggalan purbakala itu tetap lestari, harus ada kompensasi yang layak bagi warga.

”Soalnya kami juga menyewa tanah ini. Namun, yang jelas kami lakukan ini untuk menyelamatkan benda-benda cagar budaya peninggalan zaman dulu,” kata Shofii soal kondisi lahan yang saat ini digunakan untuk pembuatan batu bata tersebut.

Zainal Abidin, Sekretaris Desa Klinterejo, membenarkan bahwa tanah yang sekarang diusahakan warga dan berdekatan dengan Situs Klinterejo itu adalah tanah kas desa (TKD). ”Luasnya 2,5 hektar dan warga menyewa dengan harga Rp 25 juta setiap tiga tahun. Ini sudah masuk tahun keempat,” katanya.

Menurut Zainal dan Shofii, sejak lahan tersebut dipakai untuk pembuatan batu bata, warga sudah melaporkan soal temuan-temuan kuno yang diduga peninggalan Kerajaan Majapahit itu. Namun, karena ketiadaan respons pemerintah, dari sekitar 40 umpak batu besar yang pada tiga tahun lalu ditemukan warga kini hanya tinggal tersisa tidak lebih dari 15 buah umpak batu.

Demikian pula dengan kondisi sumur purbakala yang sekalipun masih utuh tetapi bagian atasnya sudah terkepras. Kerusakan paling parah terjadi pada struktur batu bata yang hancur akibat penggalian tanah guna bahan baku pembuatan batu bata.

Tiga anggota staf Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jatim yang datang ke lokasi begitu mengetahui aksi warga itu memastikan temuan tersebut adalah peninggalan zaman Majapahit.

”Kemungkinan ini adalah pendapa mengingat ada temuan umpak dan bekas genteng yang hancur,” kata Ning Suryati, arkeolog yang sehari-hari bertugas di bagian pemugaran BP3 Jatim.

Pada tahun 2002, di lokasi tersebut pernah dilakukan ekskavasi dengan menggunakan metode spit berupa penggalian pada titik-titik tertentu berjumlah sepuluh kotak. Namun, upaya ekskavasi awal tersebut tidak dilanjutkan. (INK/Kompas)


Menilik Sisa-Sisa Situs Majapahit di Desa Klinterejo, Sooko, Kabupaten Mojokerto Desa Itu Kini Ada Kompleks Mirip Perumahan Zaman Majapahit Pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang berdampak pada kerusakan situs bisa jadi masalah baru bagi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Jawa Timur (Jatim) dan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan. Karena lokasi pembangunannya berada di area yang semestinya mendapat perlindungan dan dilestarikan. Sebaliknya bagi warga Desa Klinterejo Kecamatan Sooko, masalah tersebut ibarat berkah terpendam yang tiba-tiba muncul. (MOCH. CHARIRIS, Mojokerto)

DI desa berpenduduk 3 ribu jiwa itu sejak lama sebenarnya tersimpan kekayaan cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit. Namun tidak adanya pelestarian dan perlindungan yang serius, berbagai situs di dalamnya seakan tak berharga. Bahkan potensi kerusakan akibat ulah tangan jahil kian mengerikan. Sebagian bangunan tak lagi insitu (alami di tempat aslinya) seperti puluhan batu umpak, lesung dan lumpang yang di temukan di area pembuatan batu-bata. Sebagian lainnya semisal bangunan menyerupai tembok melintang arah selatan dan utara sepanjang 500 meter, justru lapisan batu-bata-nya banyak yang hilang akibat aktivitas produksi batu-bata dan aksi pencurian. Termasuk jual beli batu-bata kuno. Beruntung, masih ada bangunan kuno berupa tiga sumur yang masih bisa diselamatkan secara utuh. Meski ada sedikit lapisan bibir sumur yang hilang, namun sumur kuno yang diberi nama warga sumur windu secara kasatmata masih utuh dan nyata. Maka tidak ada salahnya bila beberapa warga menyebut di lokasi produksi batu-bata seluas 2,5 hektare itu bekas perumahan penduduk. Bahkan ada yang menyebut bekas kompleks perumahan salah satu pejabat tinggi Kerajaan Majapahit abad ke-13. ''Memang kalau melihat temuan-temuan yang ada mungkin bekas tempat perumahan penduduk. Atau mungkin Kerajaan Majapahit," ujar Hasan Ibrahim Rizal, salah satu warga yang biasa berada di lokasi tersebut. Tebakan yang dilontarkan sedikit banyak masuk akal. Disamping beberapa situs yang ditemukan sebelumnya, di sisi lain warga juga menemukan sebuah bangunan kuno di area lahan yang sama. Tepatnya berada di selatan tiga sumur windu. Walaupun menyisakan tumpukan batu-bata kuno yang tidak jelas bentuknya, akan tetapi warga menduga bangunan yang sudah rusak itu menyerupai puthuk (gapura masuk). ''Dulunya tidak seperti (rusak berat, Red) ada dua bangunan menyerupai gapura. Satu berada di sebelah timur dan satunya berada di barat," terang Hasan Ibrahim, salah satu warga yang menemukan bangunan tersebut. Sayang, penjelasan laki-laki berusia 60 tahun ini tak bisa diwujudkan lagi. Sebab di area lahan puthuk seluas 6x5 meter yang ditemukan pada tahun 1995 lalu, hanya menyisakan gundukan tanah. Di atasnya ada beberapa lapisan batu-bata kuno. ''Memang karena banyak batu-bata-nya diambili orang struktur bangunan gapuranya tidak terlihat lagi," tambah bapak empat anak ini. Pengakuan kerusakan cagar budaya itu juga diakui Zainal Abidin, sekdes setempat. Terhitung sejak pertama kali ditemukan tidak ada perhatian khusus dari BPPP. Maka, tidak heran jika banyak warga yang menghendaki batu-bata dari bangunan puthuk itu. ''Selama ini yang saya dengar ada yang mengambil untuk bangunan rumah. Atau sekadar tambahan pembuatan pagar," terangnya. Kendati demikian, Abidin menuturkan peninggalan cagar budaya situs puthuk tersebut masih tersisa. Diantaranya, separuh lapisan batu-bata gapura sebelah barat dan timur masih terkubur dalam tanah sedalam 2,5 meter. ''Kalau tidak salah dua gapura itu dulu setinggi enam meter. Dan sekarang masih menyisakan bangunan yang belum tergali sedalam 2,5 meter," paparnya. Walaupun sedikit berbeda dengan dugaan warga, Ningsuriah, staf pemugaran BPPP mengatakan dari banyak temuan benda-benda kuno di area pembuatan batu-bata seperti tembok, batu-batuan, genting, sumur dan puthuk, di area pembutan batu-batu tersebut menyerupai perumahan penduduk. Hanya soal puthuk, Ningsuriah memprediksi, bangunan kuno dulunya difungsikan sebagai tempat pembakaran jenazah. ''Karena zaman Majapahit dulu tidak ada makam. Justru yang ada adalah tempat pembakaran jenazah," katanya. Akan tetapi dia mengatakan keterangan yang didasari dengan penelitian tersebut, belum bisa dibuktikan secara utuh. Harus dilengkapi penelitian lanjutan. Sebab selain rusak berat, bangunan yang tersisa banyak yang tidak insitu lagi. ''Makanya dari bukti-bukti yang ada saya hanya bisa menduga kalau di sini (Klinterejo, Red) ada bekas perumahan penduduk. Dan itu pasti ada hubungannya dengan Majapahit. Apalgi dekat dengan lokasi petilasan Tribuana Tungga Dewi (Kahuripan, Red)," imbuh perempuan berkacamata ini. (yr/Radar Mojokerto)

Warga Selamatkan Situs Juga Temukan Lagi Beberapa Situs Baru MOJOKERTO - Setelah sebelumnya melakukan evakuasi beberapa situs yang tak terawat, puluhan warga Dusun/Desa Klinterejo Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto kembali melakukan upaya penyelamatan. Salah satunya dengan meng-ekskavasi (penggalian situs) versi warga pada Minggu (25/1) kemarin. Diantaranya terhadap situs berbentuk tembok sepanjang 500 meter, bangunan menyerupai gapura dan batu umpak yang tersisa. Bahkan warga kembali menemukan titik-titik situs baru di lahan milik salah satu perangkat desa seluas 2,5 hektera yang disewakan kepada beberapa pembuat batu bata. Seperti lapisan batu bata dan dinding bangunan kuno yang masih insitu (berada di tempat aslinya). Upaya ekskavasi yang disertai pembersihan lokasi sekitar situs tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan mengetahui kontruksi yang sebenarnya. ''Kami tidak ingin kerusakan benda cagar budaya ini semakin meluas," ujar Deni salah satu warga. Berbeda dengan metode penggalian yang dilakukan para arkeolog, ekskavasi warga dilakukan dengan menggunakan peralatan seadanya, seperti cangkul, linggis dan gancu. Meski cukup sulit, namun dengan peralatan tersebut warga mampu menemukan kontruksi baru yang terpendam. ''Bukan maksud kami ingin merusak, tapi karena keterbatasan pengetahuan dan peralatan. Makanya kita gunakan alat seadanya," lanjutnya. Sedangkan temuan situs baru oleh warga lokasinya tidak jauh dari penemuan sebelumnya. Yakni hanya berjarak sekitar tiga meter berbentuk lapisan batu bata kuno. Diperkirakan kental kaitannya dengan situs yang lain. ''Bentuk batanya hampir sama, bahkan ada yang bermotif bulat seperti lingkaran pada bagian atas," kata Supar. Kendati tidak dilakukan penggalian secara utuh akan tetapi di area situs yang tak lagi insitu tersebut kini dipasang warga beberapa tulisan pesan moral penyelamatan. Salah satunya ''Selamatkanlah Situs Peninggalan Majapahit." Sekretaris Desa (Sekdes) Klinterejo Zainal Abidin mengungkapkan, upaya eskavasi dan pembersihan lahan situs tersebut merupakan bagian kepedulian warga. Sebab, dengan tingkat kerusakan yang tinggi akibat aktivitas produksi batu bata dan tangan jahil, kondisi benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit itu kian memprihatinkan. ''Memang sudah banyak bagian-bagian yang rusak dan hilang. Tapi dengan sisa yang ada kami tidak ingin kerusakan dan pencurian merajalela," jelasnya. Sementara itu dari hasil penelusuran warga selama ini, di area situs yang berdekatan dengan petilasan Tri Buana Tunggal Dewi atau Kahuripan saat ini terdapat puluhan titik. Namun karena minimnya perhatian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Jawa Timur dan Pemkab Mojokerto benda-benda bernilai tinggi itu terkesan terabaikan. ''Karena itu kami berharap BPPP dan pemkab mulai saat ini serius melestarikan dan merawat. Apalagi warga disini sudah mengawali upaya penyelamatan bersama," imbuhnya. (ris/nk)

Situs Klinterejo Bakal Diekskavasi

BPPP Masih Bingung soal Dana

MOJOKERTO - Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Provinsi Jawa Timur bakal mengekskavasi (menggali secara arkeologi) situs di Dusun/Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Untuk merealisasikan hal tersebut saat ini BPPP sudah melakukan koordinasi dengan Balai Arkelog Jogjakarta dan Pemkab Mojokerto. Termasuk menyusun anggaran yang dibutuhkan.

Dikatakan Kepala BPPP, I Made Kusumajaya kepada Radar Mojokerto, rencana ekskavasi tersebut berdasarkan atas penelitian sementara pihak BPPP di beberapa situs yanga ada di Dusun/Desa Klinterejo. Bahwa benda cagar budaya yang sebelumnya mengalami kerusakan dan tak terawat, kental kaitannya dengan peninggalan Kerajaan Majapahit yang ada di sekitar lokasi pembangunan Pusat Infomasi Majapahit (PIM). ''Tapi untuk waktunya kita belum bisa mengatakan kapan akan dilakukan ekskavasi," ujarnya.

Memang untuk menampakkan beberapa titik situs di Dusun/Desa Klinterejo tersebut harus dilakukan pengkajian dan penelitian lebih dalam. Diantaranya melakukan rescue (penyelamatan, Red) terkait struktur bangunan kuno, kondisi situs, luas lahan, gambar situs, tingkat kerusakan yang ada dan beberapa catatan penting yang dibutuhkan dalam proses ekskavasi.

''Dari hasil kajian kami dua kali terakhir kemarin, laporannya sudah disampaikan kepada balai arkeolog Jogjakarta untuk dipelajari," terangnya.

Belum pastinya waktu ekskavasi, lanjut Made, lantaran terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh balai arkeolog dan BPPP. Salah satunya soal besaran anggaran dan waktu penggalian yang dibutuhkan.

Di BPPP sendiri misalnya, dalam tahun ini tidak hanya di Desa Klinterejo, temuan situs baru juga terjadi di beberapa daerah seperti Bondowoso, Situbondo dan Kediri. ''Memang untuk ekskavasi dan pelestarian kita (BPPP dan balai arkeolog, Red) yang bertanggungjawab. Tapi karena terbatasnya anggaran kita harus membagi mana yang didahulukan," terang Made.

Karena itu, agar penggalian untuk menampakkan situs Klinterejo, BPPP saat ini sudah menyusun anggaran sharing yang dibutuhkan untuk perawatan dan ekskavasi untuk diajukan kepada Pemkab Mojokerto. ''Berapa jumlahnya kita baru menyusun. Tapi paling tidak adanya tambahan sharing nanti perawatan dan ekskavasi bisa kita lakukan secara utuh," beber Made.

Sementara itu, Bupati Mojokerto Suwandi mengungkapkan, sejauh ini pihaknya belum mengetahui persis keberadaan situs yang ada di Desa Klinterejo. Namun, melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Parbupora), pemkab sudah menurunkan tim untuk melihat kondisi situs. ''Untuk langkah awal saya sudah menginstruksikan kepada Pak Afandi (Parbupora, Red) agar melihat kondisi situs," terangnya.

Hanya, untuk menjaga pelestarian dan manfaat yang harus petik, Suwandi mengaku sejauh ini pemkab belum mengalokasikan anggaran. Tidak hanya menunggu laporan dari Parbupora melainkan harus melakukan koordinasi lebih dulu dengan BPPP selaku lembaga yang berwenang. ''Soal anggaran memang belum. Tapi akan kita lihat dulu laporannya termasuk berkoordinasi dengan BPPP," imbuhnya.

Sebelumnya, warga sudah melakukan evakuasi beberapa situs yang tak terawat dan upaya penyelamatan. Salah satunya dengan meng-ekskavasi situs berbentuk tembok sepanjang 500 meter, bangunan menyerupai gapura dan batu umpak yang tersisa.

Bahkan warga menemukan titik-titik situs baru di lahan milik salah satu perangkat desa seluas 2,5 hektare yang disewakan kepada beberapa pembuat batu-bata. Seperti lapisan batu-bata dan dinding bangunan kuno yang masih insitu (berada di tempat aslinya). Upaya ekskavasi yang disertai pembersihan lokasi sekitar situs tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan mengetahui konstruksi yang sebenarnya.

Dari hasil penelusuran warga, selama ini, di area situs yang berdekatan dengan petilasan Tribuana Tungga Dewi atau Kahuripan sebenarnya terdapat puluhan titik. Akan tetapi karena minimnya perhatian dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Jawa Timur dan Pemkab Mojokerto benda-benda bernilai tinggi itu terkesan terabaikan.

''Karena itu kami berharap BPPP dan pemkab mulai saat ini serius melestarikan dan merawat. Apalagi warga di sini sudah mengawali upaya penyelamatan bersama," kata Sekdes Klinterejo, Zainal Abidin. (ris/yr/Radar Mojokerto)

Warga Minta Cagar Budaya Di-Perda-Kan Temuan Situs Klinterejo Meluas MOJOKERTO - Masyarakat meminta Pemkab Mojokerto menelurkan perda tentang cagar budaya. Hal itu menyusul semakin banyak situs-situs yang ditemukan namun keberadaannya kurang mendapat perhatian dan pelestarian. Alasannya cukup klasiks karena anggaran pelestarian dan penyelamatan cukup minim, bahkan tidak ada sama sekali. Dikatakan Sekdes Klinterejo Kecamatan Sooko, Zainal Abidin, keberadaan situs di Dusun/Desa Klinterejo sebenarnya sudah diketahui sejak tahun 1995 lalu. Tepatnya saat lahan seluas 2,5 hektare milik salah satu perangkat desa disewakan menjadi lokasi produksi batu-bata. ''Sebenarnya kami hanya ingin situs-situs yang ada mendapat perhatian dari pihak yang berwenang. Tapi sejauh ini keinginan kami belum pernah terwujud. Meski sudah beberapa kali melaporkan temuan kepada BPPP," ujarnya kemarin. Permintaan agar pemkab mem-perda-kan kata Abidin, tidak lain hanya agar situs yang ditemukan mendapat perhatian lebih. Terutama soal pelestarian dan penyelamatan. Sebab jika sudah ada perda, maka tidak lain anggaran untuk pelestarian cagar budaya sudah tentu tersedia. ''Selama ini alasannya hanya karena terbentur anggaran, lalu situs-situs itu yang bertanggungjawab siapa? Makanya kalau ada kerusakan warga tidak bisa disalahkan," jelasnya. Hal serupa juga disampaikan Kepala Dusun (Kasun) Klinterejo, Shofii. Menurutnya, temuan beberapa situs di tempatnya memang kondisinya saat ini cukup memprihatinkan. Tidak hanya terjadi kerusakan, melainkan praktik jual beli batu-bata kuno menyebabkan benca cagar budaya yang lokasinya berdekatan dengan petilasan Tri Buana Tungga Dewi banyak yang hilang. Seperti ribuan batu bata situs berbentuk pagar, gapura, batu-batuan berbentuk umpak, lesung dan lumpang banyak yang hilang. ''Paling tidak kalau tidak bisa di-perda-kan kami minta peran BPPP dan Dinas Pariwisata (Dispabupora, Red) melakukan ekskavasi agar situs-situs yang ada bisa dilestarikan bersama," jelasnya. Sementara itu, hingga Jumat (31/1) kemarin proses ekskavasi versi warga untuk menyelamatkan situs terus dilakukan. Beberapa situs yang semula hanya terlihat bagian atasnya, kini sebagian konstruksi mulai tampak jelas. Situs yang disebut warga mirip gapura masuk seluas 6 meter x 6 meter misalnya, walau hanya dilakukan penggalian sedalam 30 sentimeter, tapi sisi dalamnya mampu menunjukkan konstruksi bangunan kuno. Di bagian utara menunjukkan lapisan batu-bata menyerupai tangga, sedangkan bagian selatan konstruksinya berkelok-kelok laiknya teras rumah. Meski banyak bangunan yang rusak dan hilang, rencananya warga akan terus melakukan penggalian hingga diketahui bentuk aslinya. Sementara itu, Sekdakab Budiyono mengungkapkan, sejauh ini pelestarian dan penyelamatan benda cagar budaya memang tidak pernah dianggarkan oleh pemkab. Pasalnya, secara vertikal hal itu merupakan tanggungjawab dari BPPP Jawa Timur dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. ''Tapi soal perda kita sudah merencanakan itu. Mungkin nanti akan kita bahas dalam seminar bersama LSM Gotrah Wilwatikta pada saat peringatan Hari Jadi Kabupaten Mojokerto. Karena di Gorontalo, Perda cagar budaya sudah ada," jelasnya. (ris/yr/Radar Mojokerto)

[+/-] Selengkapnya...

Pelajaran dari Bapak

Bapak,...
Hari itu cukup terik, panasnya sengatan matahari dan lusuhnya udara kota sangat menyiksa penikmatnya
Dengan mobil tua ini, kita menyusuri jalan kehidupan yang terasa terjal dan penuh lubang
Aku tahu hidup ini memang tidaklah mudah,...
setidaknya bagi kita...
Ditengah peluh dan dahaga,...tidak lupa nasehat dan petuah itu engkau berikan,...
aku hanya bisa terpaku di samping,...
seakan tak percaya, namun nyata kulihat...
bahwa kita mengarungi kehidupan dengan penuh coba,...
ALLOH pasti sayang sama kita
kita masih diberi kekuatan,... dan semangat untuk terus berjuang...
kita masih diberi rasa malu yang begitu besar,...sehingga kita jadi segan untuk bermalas - malasan

Bapak,...
perjuanganganmu demi aku anakmu begitu hebatnya,...
aku tahu hidup ini terasa sulit bagi keluarga kita,...
tapi tak pernah muncul dari lidahmu kata penyesalan dan keluh kesah,...
hanya harapan kelak, kita bisa merubah kehidupan dan nasib

Bapak,...
tidak pernah tinggi cita - cita mu kepadaku
engkau hanya berharap aku bahagia,...

Bapak,...
ditengah perjalanan ini,
mobil tua ini ternyata terlalu lelah,...
dia mogok dan berkeras untuk minta beristirahat,...
tapi kita masih punya janji dengan seseorang,...
adalah mereka yang menyewa jasa Bapak,...

Bapak,...
dari raut itu kulihat ada rasa kesal dan kesedihan,...
tapi itu tidak lama karena itu bukanlah hambatan,...
hidup harus tetap berjalan,
janji mesti tetap ditunaikan,
demi nama baik kita,...

Bapak,...
tampak sigap kulihat,...
engkau singsingkan baju,...
berusaha dengan keras untuk membujuk si mobil tua ini,
agar tidak terlalu lama dia bermanja - manja,...
aku lihat engaku berpikir keras,...dengan segala pengalaman yang ada
dengan segala kemampuan yang engkau punya

Aku ingin turun Pak,...aku mau bantu
kenapa engkau menolak pertolonganku,...
mengapa engkau berkeras tanganku ini tidak layak untuk membantumu,...
ini kan masa darurat,...
kenapa engkau masih menjunjung tinggi keinginanmu untuk melingdungiku
kenapa engkau berkeras tidak ingin menyusahkanku...

Bapak,...
engkau hanya ingin aku belajar untuk dapat memuliakan keluarga kita kelak,...
semua kekuatan dan usaha engkau jalani
hanya untuk mewujudkan itu

Bapak,...
mobil manja ini sudah bersiap untuk kembali bekerja
kita masih harus menunaikan janji kita
kita masih harus melawan kerasnya kehidupan ini
perjalanan kita masih panjang...

Bapak,...
sebuah pelajaran dari perjalanan ini yang akan kuteladani
semangat dan kemauan kerasmu
untuk membahagiakanku
untuk menjadikanku menjadi lebih baik
karena ada harapan besar darimu kepada ku
sungguh perkasa semangatmu,
sungguh kuat kerja kerasmu,
bahkan mesin - mesin dari Jepang pun tidak mampu mengalahkanmu

Begitu besarnya harapan itu,...wahai Bapak ku
semoga aku bisa mewujudkannya,...

[+/-] Selengkapnya...

2.04.2009

Situs Klinterejo (3)

Menilik Sisa-Sisa Situs Majapahit di Desa Klinterejo, Sooko

Batu Berharga Itu Beralih Fungsi Jadi Penyeberangan

Pengetahuan warga tentang benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit memang cukup minim. Dari mengenal benda dan cara memperlakukan. Manfaat dan cara melestarikan hingga, cara melindungi dan mengamankan. Tidak heran jika di Dusun/Desa Klinterejo, berbagai bentuk dan model situs banyak yang terbengkalai dan tak terawat.

Lihat saja dua batu dengan posisi berdampingan berada di sebuah aliran sungai kecil itu. Ukuranya memiliki lebar 73 sentimeter, tinggi 73 sentimeter dan ketebalan tidak lebih dari 33 sentimeter.

Meski memiliki nilai sejarah dan bernilai tinggi, namun benda keras tak bergerak itu seperti tak berharga. Bahkan letak batu di sungai kecil yang memisahkan antara Desa Panggih, Kecamatan Trowulan dengan Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, sekarang beralih fungsi menjadi tempat pijakan menyeberangan warga sekitar.

''Dua batu itu biasanya digunakan warga menyeberang dari Desa Panggih ke Desa Klinterejo atau sebaliknya," ujar Bambang Hariawan warga setempat, saat ditemui siang kemarin di tempat pembuatan batu-bata.

Tidak hanya dua batu biasa disebut orang batu umpak atau lumpang, di sekitar lahan pembuatan batu-bata seluas 2 hektare milik seorang perangkat desa, ternyata banyak ditemukan batu berbentuk serupa. Hanya tinggi, lebar dan ketebalannya berbeda. Ada yang menyerupai lumpang ada pula yang lebih kecil dan berbentuk lesung.

Kalau dihitung jumlahnya mencapai 10 buah. Posisinya ada yang masih ansitu (alami dan di tempat semula), ada pula yang berserakan. ''Tapi yang banyak lumpangnya berserakan. Sejak ada pembuatan batu-bata banyak warga yang menemukan benda itu," terangnya.

Sebagai warga, Bambang menuturkan pada tahun 1995 tepat kali pertama warga membuka lokasi pembuatan batu-bata, tidak sedikit batu berjenis sama ditemukan. ''Setidaknya kami pernah menemukan 40 buah batu lumpang. Tapi lokasinya berpencar-pencar," jelasnya.

Dibanding saat ini, penuturan Bambang memang terkesan ironis. Sebab, tidak ada satupun warga yang mengetahui persis berapa jumlah yang masih tersisa. Karena warga tidak tahu fungsi dan manfaat. ''Makanya yang bisa dilakukan warga hanya membiarkan. Bahkan kalau ada yang hilang kita tidak tahu," bebernya.

Hal serupa juga dituturkan Mukri, salah satu pembuat batu-bata. Tidak jarang pria bertubuh kekar itu menemukan batu umpak, saat menggali tanah sebagai bagan batu-bata. Dari ukuran besar sampai lesung setinggi 30 sentimeter kali 40 sentimeter. ''Di linggan (tempat pembakaran batu-bata, Red) saya ada dua batu besar. Itu sudah lama, karena hanya berbentuk batu kami sengaja membiarkanya di tengah sawah," ujarnya.

Menyusutnya jumlah batu umpak dan lesung memang tidak diketahui jelas, apakah sengaja dicuri atau berpindah tempat. Namun jika melihat lokasinya yang ada di setiap sudut lahan pembuatan batu-bata, tidak mudah jika benda cagar budaya itu dicuri.

Terlebih praktik pencurian itu dilakukan pada malam hari. ''Tinggal dipindahkan saja ke atas gledekan (gerobak, Red) atau mobil sudah beres. Kan gak ada yang tahu," urainya.

Untuk menekan aksi pencurian, pernah pada tahun 2008 kemarin warga dipelopori perangkat desa mengumpulkan dan memindahkan lokasinya, ke situs Kahuripan (watuombo) atau makam Tribuana Tunggadewi. ''Kurang lebih ada sekitar 16 batu yang berhasil kami kumpulkan. Dan sekarang kami amankan di watuombo," ungkap Sekretaris Desa Klinterejo Zainal Abidin. Didasari banyaknya temuan batu umpak dan lesung, Abidin menduga di lahan pembuatan batu-bata tersebut adalah bekas perumahan penduduk. Sebab selain batu, warga juga kerap kali menemukan sumur kuno.

''Tapi karena tidak ada yang tahu sejarah sebenarnya selama ini kami hanya menebak saja. Soal kepastian tempatnya apa kami tidak tahu," imbuhnya.

(Radar Mojokerto)

[+/-] Selengkapnya...

Situs Klinterejo (2)

Menilik Sisa-Sisa Situs Majapahit di Desa Klinterejo, Sooko

Batu Berharga Itu Beralih Fungsi Jadi Penyeberangan

Pengetahuan warga tentang benda cagar budaya peninggalan Kerajaan Majapahit memang cukup minim. Dari mengenal benda dan cara memperlakukan. Manfaat dan cara melestarikan hingga, cara melindungi dan mengamankan. Tidak heran jika di Dusun/Desa Klinterejo, berbagai bentuk dan model situs banyak yang terbengkalai dan tak terawat.

LIHAT saja dua batu dengan posisi berdampingan berada di sebuah aliran sungai kecil itu. Ukuranya memiliki lebar 73 sentimeter, tinggi 73 sentimeter dan ketebalan tidak lebih dari 33 sentimeter.

Meski memiliki nilai sejarah dan bernilai tinggi, namun benda keras tak bergerak itu seperti tak berharga. Bahkan letak batu di sungai kecil yang memisahkan antara Desa Panggih, Kecamatan Trowulan dengan Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, sekarang beralih fungsi menjadi tempat pijakan menyeberangan warga sekitar.

''Dua batu itu biasanya digunakan warga menyeberang dari Desa Panggih ke Desa Klinterejo atau sebaliknya," ujar Bambang Hariawan warga setempat, saat ditemui siang kemarin di tempat pembuatan batu-bata.

Tidak hanya dua batu biasa disebut orang batu umpak atau lumpang, di sekitar lahan pembuatan batu-bata seluas 2 hektare milik seorang perangkat desa, ternyata banyak ditemukan batu berbentuk serupa. Hanya tinggi, lebar dan ketebalannya berbeda. Ada yang menyerupai lumpang ada pula yang lebih kecil dan berbentuk lesung.

Kalau dihitung jumlahnya mencapai 10 buah. Posisinya ada yang masih ansitu (alami dan di tempat semula), ada pula yang berserakan. ''Tapi yang banyak lumpangnya berserakan. Sejak ada pembuatan batu-bata banyak warga yang menemukan benda itu," terangnya.

Sebagai warga, Bambang menuturkan pada tahun 1995 tepat kali pertama warga membuka lokasi pembuatan batu-bata, tidak sedikit batu berjenis sama ditemukan. ''Setidaknya kami pernah menemukan 40 buah batu lumpang. Tapi lokasinya berpencar-pencar," jelasnya.

Dibanding saat ini, penuturan Bambang memang terkesan ironis. Sebab, tidak ada satupun warga yang mengetahui persis berapa jumlah yang masih tersisa. Karena warga tidak tahu fungsi dan manfaat. ''Makanya yang bisa dilakukan warga hanya membiarkan. Bahkan kalau ada yang hilang kita tidak tahu," bebernya.

Hal serupa juga dituturkan Mukri, salah satu pembuat batu-bata. Tidak jarang pria bertubuh kekar itu menemukan batu umpak, saat menggali tanah sebagai bagan batu-bata. Dari ukuran besar sampai lesung setinggi 30 sentimeter kali 40 sentimeter. ''Di linggan (tempat pembakaran batu-bata, Red) saya ada dua batu besar. Itu sudah lama, karena hanya berbentuk batu kami sengaja membiarkanya di tengah sawah," ujarnya.

Menyusutnya jumlah batu umpak dan lesung memang tidak diketahui jelas, apakah sengaja dicuri atau berpindah tempat. Namun jika melihat lokasinya yang ada di setiap sudut lahan pembuatan batu-bata, tidak mudah jika benda cagar budaya itu dicuri.

Terlebih praktik pencurian itu dilakukan pada malam hari. ''Tinggal dipindahkan saja ke atas gledekan (gerobak, Red) atau mobil sudah beres. Kan gak ada yang tahu," urainya.

Untuk menekan aksi pencurian, pernah pada tahun 2008 kemarin warga dipelopori perangkat desa mengumpulkan dan memindahkan lokasinya, ke situs Kahuripan (watuombo) atau makam Tribuana Tunggadewi. ''Kurang lebih ada sekitar 16 batu yang berhasil kami kumpulkan. Dan sekarang kami amankan di watuombo," ungkap Sekretaris Desa Klinterejo Zainal Abidin. Didasari banyaknya temuan batu umpak dan lesung, Abidin menduga di lahan pembuatan batu-bata tersebut adalah bekas perumahan penduduk. Sebab selain batu, warga juga kerap kali menemukan sumur kuno.

''Tapi karena tidak ada yang tahu sejarah sebenarnya selama ini kami hanya menebak saja. Soal kepastian tempatnya apa kami tidak tahu," imbuhnya.

(Radar Mojokerto)

[+/-] Selengkapnya...

2.02.2009

Situs Klinterejo (1)

Situs dirusak

Di Mojokerto, kerusakan situs ternyata bukan hanya di Trowulan, tetapi juga di Situs Klinterejo, Kecamatan Sooko, yang berbatasan langsung dengan lokasi Situs Trowulan.
Situs Klinterejo yang mengandung banyak peninggalan Majapahit, seperti sandaran arca, yoni, lumpang batu, jaladwara, balok batu, dan umpak, itu rusak akibat pembuatan batu bata oleh masyarakat. Batu bata kuno berukuran 60 x 20 sentimeter digeletakkan begitu saja di pinggiran selokan untuk mengairi sawah.
Anggota Perkumpulan Peduli Majapahit Gotrah Wilwatikta, Yazid Kohar, menyayangkan perusakan tersebut. Pemerintah Kabupaten Mojokerto juga terkesan tidak mempunyai kepedulian dan membiarkan perusakan tersebut.(Kompas Cetak)

Menilik Sisa-Sisa Situs Majapahit di Desa Klinterejo, Sooko

Ditengah sorotan publik terhadap pembangunan Pusat Informasi Majaphit (PIM) di Trowulan, di sisi lain ternyata banyak ditemukan situs di beberapa desa yang kondisinya kini tak terawat. Bahkan perlahan-lahan sudah banyak yang hilang karena terjual. Seperti sebuah bangunan kuno mirip pagar berada di Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Mojokerto.(MOCH. CHARIRIS, Mojokerto)

Berserakan, Banyak yang Tergeletak di Lokasi Pembuatan Batu-bata

JIKA boleh ditebak, siapa yang banyak menemukan atau menemui benda purbakala di wilayah Kecamatan Trowulan dan sekitarnya? Jawabannya adalah para pembuat batu-bata di sawah. Di sadari atau tidak, setiap hari mereka dihadapkan dengan sebidang tanah liat yang siap di pasarkan dalam bentuk batu bata merah.

Sebuah cangkul, gancu dan ember seakan tidak bisa dipisahkan dari mereka. Karena dengan alat sederhana itu, mereka bisa bekerja dan menggali tanah selanjutnya di bentuk persegi yang dijadikan rupiah. Terkadang secara tidak sengaja saat menggali tanah mereka kerap menemui benda purbakala peninggalan Kerajaan Majapahit yang pernah jaya pada abad 14.

Diantaranya berbentuk gentong, gerabah, batu lumpang, candi, hingga situs yang berbentuk pagar dan puthuk (gapura kecil). Seperti yang kerap ditemui warga sekaligus pembuat batu-bata di Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Tepatnya sebelah barat situs Kahuripan yang terdapat batu berukuran lebar.

''Sebenarnya dari dulu sudah banyak ditemukan situs-situs di area tempat pembuatan batu-bata ini," ujar salah satu warga yang kesehariannya bekerja membuat batu-batu.

Pria bertubuh rada kekar dan berambut pendek itu mengaku, peninggalan cagar budaya di lokasi tempatnya bekerja jika dihitung lebih dari lima jenis. Ada yang berbentuk batu lumpang, puthuk makam, sumur dan sebuah bangunan menyerupai pagar peninggalan Kerajaan Majapahit. ''Setahu saya bangunan kuno seperti puthuk itu sudah ada dari beberapa tahun lalu. Tapi untuk pagar dan sumurnya baru diketahui lima tahun terakhir ini. Tepatnya saat ada pembuatan batu-bata," ujarnya sembari mencetak tanah dalam bentuk bata.

Bila diamati lebih dalam, tidak hanya situs, namun berbagai artefak juga ada di sebidang tanah milik perangkat desa yang disewakan kepada para pembuat batu-bata. Salah satunya berbentuk batu lumpang, setinggi 50 sentimeter dengan lebar 1 meter.

''Setelah itu semua ditemukan sebenarnya lokasi ini sudah dikunjungi sama orang BPPP," terangnya. Meski begitu purbakala berharga yang semestinya mendapat perlindungan, kini kondisinya cukup memprihatinkan. Sedikitnya ada enam batu lumpang seakan tak bernilai. Berserakan, tak terjaga dan tergeletak liar di sekitar linggan (bangunan tempat membakar batu-bata, Red).

Sebagian lainnya malah menyedihkan karena terkapar di tepi sungai kecil. Bahkan oleh warga ada yang difungsikan untuk menyeberang wangan (sungai kecil).

Akan tetapi yang lebih mengenaskan saat ini, situs berbentuk pagar berada di sebelah barat tempat pembuatan batu bata dalam kondisi rusak berat. Tidak hanya tergerus akibat pembuatan batu bata, melainkan sebagian sudah hilang.

Ada yang menyebut hilangnya bagian bangunan berharga itu ada yang menjual. Dalam bentuk bijian batu batu memiliku ukuran 20 sentimeter kali 60 sentimeter, dengan ketebalan 5 sentimeter. Untuk satu buah batu bata dihargai Rp 500 rupiah.

Kendati demikian sejauh ini tidak dieketahui jelas, siapa yang menjual dan siapa yang membeli bagian bangunan yang memiliki panjang sekitar 500 meter. Namun jika ada pemesan yang masuk ke kawasan tersebut beberapa orang siap melayani sesuai pesanan. Asalkan harganya cocok.

''Memang selama ini warga sudah banyak yang tahu, kalau di kawasan pembuatan batu bata itu banyak situs. Tapi kami belum tahu jika kerusakannya semakin parah," kata Sekretaris Desa Bidin, saat ditemui di rumahnya tidak jauh dari lokasi.

Mendengar ada kerusakan atau bahkan praktik jual beli benda sejarah, pria yang hobi sepak bola itu mengaku miris. Sebab selaku perangkat dan atas nama warga, dia menyayangkan kalau ada orang dengan sengaja memesan batu-bata kuno berakibat kerusakan. ''Kalau warga yang merusak kami rasa mereka tidak bisa disalahkan karena urusannya perut. Tapi kemungkinan ada orang di belakang itu," dugaan Bidin.

Agar tidak berkelanjutan, Bidin dan perangkat desa lain akhirnya memutuskan untuk mengamankan cagar budaya yang tersisa. Baik dalam bentuk lumpang artefak berkeliaran, atau pagar besar yang susunan batu-batanya banyak yang hilang. ''Belakangan warga belum sadar kalau benda-benda itu memiliki nilai sejarah tinggi. Tapi yang pasti bersama warga kita akan amankan situs-situs itu," paparnya.(Radar Mojokerto)

Taken From Banyumili Network

[+/-] Selengkapnya...